Senin, 25 Juni 2012

MAKALAH PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI SIFAT-SIFAT TUHAN DAN KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN

Diposting oleh Unknown di 03.50

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
       Adanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik –menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang di bangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap –tiap aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah.
       Faham keadilan Tuhan, dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya.
       Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cenderung memahami keadilan Tuhan dari sudut kepentingan, sedangkan aliran kalam tradisional yang memberi tekanan pada ketidakbebasan manusia di tengah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, cenderung memahami keadilan tuhan d ari sudut Tuhan sebagai alam semesta.
Di samping faktor-faktor di atas, perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan ini didasari pula oleh perbedaan pehaman terhadap kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempuyai daya yang besar. Kekuasaan Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya. Adapun aliran yang berpendapat sebaliknya berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak Tuhan tetap bersifat mutlak.
2.     Rumusan masalah
1.     Apa saja yang berkaitan dengan perbandingan pemikiran teologi?
2.     Perbandingan antar aliran sifat-sifat Tuhan?
3.     Perbandingan antar aliran kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan?

3.     Tujuan
Dengan di tulisnya makalah ini penulis bertujuan memberikan penjelasan tentang pengertian, perbandingan pemikiran teologi tentang antar aliran yang mencakup tentang sifat-sifat Tuhan, juga memberikan penjelasan tentang perbandingan antar aliran kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan. Pangkal persolan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus mmelampaui segala aspek yang ada itu.
Penulis berharap dapat membantu memberikan sedikit penjelasan tentang materi tersebut, dengan tujuan untuk membantu memberikan pemahamn  makna dan istilah-istilah dalam perbandingan teologi.


BAB II
PEMBAHASAN

v  Tentang Sifat –Sifat Tuhan
          Pertentangan paham antara kaum mu’tazilah dengan kaum asy’ariyah dalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak.
1.  Mu’tazilah
          Kaum mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka  tentang Tuhan, sebagaimana  dijelaskan oleh al-asy’ari, bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan sebagainya, tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya.[1]
Ø Pandangan tokoh-tokoh mu’tazilah tentang sifat-sifat Tuhan :
          Arti “Tuhan mengetahui“ kata Abu al-huzail,ialah Tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan tersebut adalah Tuhan sendiri. Dengan demikian, pengetahuan Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh Abu huzail adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.
          Arti “Tuhan mengetahui dengan esensinya” kata al-jubba’i, ialah untuk mengetahui, Tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui.
          Sebaliknya Abu hasyim berpendapat bahwa arti “Tuhan mengetahui melalui esensinya”, ialah Tuhan mempunyai keadaan mengetahui.
2.  Asy’ariyah
          Kaum Ay’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan mu’tazilah di atas. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut al-asy’ari sendiri tidak dapat di ingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatanya, disamping menyatakan Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan sebagainya juga menyatakan bahwa Tuhan mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.
          Dan menurut al- baghdadi, terdapat konsesus di kalangan kaum asy’ariah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal.
          Sifat –sifat ini kata al- ghazali, tidaklah sama dengan, malahan lain dari, esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri.
          Uraian –uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya kaum asy’ariah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan.[2]
3.  Maturidiyah
          Kaum maturidiyah golongan bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifa-sifat. Persoalan banyak yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya kekal,tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.
          Sedangkan kaum maturidiyah golongan samarkand dalam hal ini kelihatanya tidak sepaham dengan mu’tazilah karena al- matuiridi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain dari Tuhan.[3]
         
v  Tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan
          Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampaui eksistensi-Nya.[4]
1.  Mu’tazilah
          Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia srta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al- Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik.[5]
2.  Asy’ariyah
          Kaum asy’ariyah , karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan eadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran asy’ariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya.[6]
3.  Maturidiyah
          Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum maturidiyah samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mu’tazilah,tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang diberikan aliran mu’tazilah.
          Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah samarkand,dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.
          Adapun maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.
          Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran maturidiyah samarkand lebih dekat dekat dengan asy’ariyah.
          Lebih jauh lagi, maturidiyah bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan Tuhan haruslah di pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, al- bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.[7]  

KESIMPULAN
       Adanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan. Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan.
Semua uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam faham mu’tazilah kekusaan mutlak tuhan mempunyai batasan-batasan. Adapun kaum maturidi golongan bukhara’ menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Maturidiah golongan samarkan, tidaklah sekeras golongan bukhara’. Maka dari itu tidak perlu ditegaskan bahwa yang menentukan batasan-batasan itu bukanlah dzat selain dari tuhan, karena diatas tuhan tidak ada suatu dzatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas segala-galanya. Batasan-batasan itu di tentukan oleh tuhan sendiri dan dengan kemauan-Nya sendiri pula










[1] Harun Nasution, Teologi Islam, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 135
[2] Ibid, hlm 136
[3] Ibid, hlm 137
[4] Abdul Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 181
[5] Ibid. Hlm. 182
[6] Ibid. Hlm. 184-185
[7] Ibid. Hlm.186-187

0 komentar on "MAKALAH PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI SIFAT-SIFAT TUHAN DAN KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN"

Posting Komentar

MAKALAH PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI SIFAT-SIFAT TUHAN DAN KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
       Adanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik –menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang di bangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap –tiap aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah.
       Faham keadilan Tuhan, dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya.
       Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cenderung memahami keadilan Tuhan dari sudut kepentingan, sedangkan aliran kalam tradisional yang memberi tekanan pada ketidakbebasan manusia di tengah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, cenderung memahami keadilan tuhan d ari sudut Tuhan sebagai alam semesta.
Di samping faktor-faktor di atas, perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan ini didasari pula oleh perbedaan pehaman terhadap kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempuyai daya yang besar. Kekuasaan Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya. Adapun aliran yang berpendapat sebaliknya berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak Tuhan tetap bersifat mutlak.
2.     Rumusan masalah
1.     Apa saja yang berkaitan dengan perbandingan pemikiran teologi?
2.     Perbandingan antar aliran sifat-sifat Tuhan?
3.     Perbandingan antar aliran kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan?

3.     Tujuan
Dengan di tulisnya makalah ini penulis bertujuan memberikan penjelasan tentang pengertian, perbandingan pemikiran teologi tentang antar aliran yang mencakup tentang sifat-sifat Tuhan, juga memberikan penjelasan tentang perbandingan antar aliran kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan. Pangkal persolan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus mmelampaui segala aspek yang ada itu.
Penulis berharap dapat membantu memberikan sedikit penjelasan tentang materi tersebut, dengan tujuan untuk membantu memberikan pemahamn  makna dan istilah-istilah dalam perbandingan teologi.


BAB II
PEMBAHASAN

v  Tentang Sifat –Sifat Tuhan
          Pertentangan paham antara kaum mu’tazilah dengan kaum asy’ariyah dalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak.
1.  Mu’tazilah
          Kaum mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka  tentang Tuhan, sebagaimana  dijelaskan oleh al-asy’ari, bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan sebagainya, tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya.[1]
Ø Pandangan tokoh-tokoh mu’tazilah tentang sifat-sifat Tuhan :
          Arti “Tuhan mengetahui“ kata Abu al-huzail,ialah Tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan tersebut adalah Tuhan sendiri. Dengan demikian, pengetahuan Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh Abu huzail adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.
          Arti “Tuhan mengetahui dengan esensinya” kata al-jubba’i, ialah untuk mengetahui, Tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui.
          Sebaliknya Abu hasyim berpendapat bahwa arti “Tuhan mengetahui melalui esensinya”, ialah Tuhan mempunyai keadaan mengetahui.
2.  Asy’ariyah
          Kaum Ay’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan mu’tazilah di atas. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut al-asy’ari sendiri tidak dapat di ingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatanya, disamping menyatakan Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan sebagainya juga menyatakan bahwa Tuhan mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.
          Dan menurut al- baghdadi, terdapat konsesus di kalangan kaum asy’ariah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal.
          Sifat –sifat ini kata al- ghazali, tidaklah sama dengan, malahan lain dari, esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri.
          Uraian –uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya kaum asy’ariah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan.[2]
3.  Maturidiyah
          Kaum maturidiyah golongan bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifa-sifat. Persoalan banyak yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya kekal,tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.
          Sedangkan kaum maturidiyah golongan samarkand dalam hal ini kelihatanya tidak sepaham dengan mu’tazilah karena al- matuiridi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain dari Tuhan.[3]
         
v  Tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan
          Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampaui eksistensi-Nya.[4]
1.  Mu’tazilah
          Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia srta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al- Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik.[5]
2.  Asy’ariyah
          Kaum asy’ariyah , karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan eadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran asy’ariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya.[6]
3.  Maturidiyah
          Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum maturidiyah samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mu’tazilah,tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang diberikan aliran mu’tazilah.
          Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah samarkand,dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.
          Adapun maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.
          Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran maturidiyah samarkand lebih dekat dekat dengan asy’ariyah.
          Lebih jauh lagi, maturidiyah bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan Tuhan haruslah di pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, al- bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.[7]  

KESIMPULAN
       Adanya perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan. Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan.
Semua uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam faham mu’tazilah kekusaan mutlak tuhan mempunyai batasan-batasan. Adapun kaum maturidi golongan bukhara’ menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Maturidiah golongan samarkan, tidaklah sekeras golongan bukhara’. Maka dari itu tidak perlu ditegaskan bahwa yang menentukan batasan-batasan itu bukanlah dzat selain dari tuhan, karena diatas tuhan tidak ada suatu dzatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas segala-galanya. Batasan-batasan itu di tentukan oleh tuhan sendiri dan dengan kemauan-Nya sendiri pula










[1] Harun Nasution, Teologi Islam, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 135
[2] Ibid, hlm 136
[3] Ibid, hlm 137
[4] Abdul Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 181
[5] Ibid. Hlm. 182
[6] Ibid. Hlm. 184-185
[7] Ibid. Hlm.186-187

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

 

ChieZcHuA ChUtEzZ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal