KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada
pembaca tentang “PENGARUH KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU”
karya tulis ini berisi beberapa informasi tentang pengaruh bahasa pertama pada
anak pada usia dini dan mengupas segala informasi yang berhubungan dengan
kebahasaan teutama bahsa yang kita gunakan setiap hari serta untuk meningkatkan
informasi kepada para pembaca.
Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk menyumbangkan pemikiran kami atas kurangnya
pengetahuan tentang kebahasaan pada masyarakat kita. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut serta berperan dalam penyusunan
karya ilmiah ini dari awala sampai akhir.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati kami sebagai penulis menyadari
bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan sebagai peningkatan hasil belajar kami. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Surabaya, 12 juni
2012
Nurul Hudaifah Rahmatika
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat penelitian
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Kedwibahasaan
B. Macam-macam Definisi
kedwibahasaan
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kedwibahasaan
B. Masalah
kedwibahasaan
C. Kajian-kajian
bahasa minangkabau
D. Dialek-dialek
Minangkabau
E. Penggunaan bahasa
Minangkabau
F.
Faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan
Bahasa Indonesia lisan dan tulis
anak-anak Minang
BAB IV METODE
PENELITIAN
A.
Metode pengumpulan data
B.
Rancangan penelitian
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
masalah
Dwibahasa (bilingualism) terdapat hampir
di seluruh dunia, dalam semua
kelas sosial dan semua kelompok umur. Kebanyakan anak-anak di dunia belajar untuk bicara
dua bahasa dan hanya sekitar 1/4 saja dari anak-anak yang punya akses untuk berinteraksi
dengan lingkungan dwibahasa yang tidak menjadi dwibahasa.
Masyarakat Sumatra Barat, sebagaimana umumnya masyarakat bahasa lain di Indonesia, adalah
masyarakat dwibahasa. Paling tidak bilingual pasif. Mereka
bisa berbahasa Minang dan juga Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Anak-anak Minangkabau pada umumnya juga adalah dwibahasa. Status bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, akses
anak-anak terhadap literasi, Serta penggunaan bahasa dalam keluarga dan
lingkungan adalah faktor yang paling mungkin menyebabkan mereka menjadi
dwibahasa. Bagi anak-anak yang bahasa pertamanya adalah bahasa ibu mereka, yaitu
bahasa Minang, bahasa Indonesia merupakan bahasa ke dua. Mereka umumnya diperkenalkan
pada bahasa Indonsia di sekolah, pada usia antara 5-7 tahun, baik sebagai
bahasa pengantar pendidikan maupun sebagai sebuah mata pelajaran. Bagi
anak-anak Minangkabau yang bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia, bahasa Minang merupakan bahasa ke dua mereka. Mereka biasanya diperkenalkan pada bahasa
Indonesia oleh orangtua mereka (pengasuh) dan belajar berbicara dalam bahasa Minang
dari lingkungan sehari-hari di rumah
dari anggota keluarga luas dan lingkungan seperti teman dan tetangga.
Oleh karena anak-anak Minangkabau
berada dalam komunitas masyarakat yang berbahasa Minang, diperkirakan anak-anak
Minangkabau yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia, setidaknya paham dengan
bahasa Minang Lingkungan linguistik yang kaya dan
bersifat mendukung akan mendorong perkembangan bahasa anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
kedwibahasaan?
2. Bagaimana masalah
kedwibahasaan dalam masyarakat indonesia?
3. Apa saja
kajian-kajian mengenai bahasa minangkabau?
4. Apa saja
dialek-dialek bahasa minangkabau?
5. Bagaimana
penggunaan bahasa minangkabau?
6. Apa faktor-faktor
sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulis anak-anak Minang?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih dalam tentang pengaruh kedwibahasaan pada anak – anak
minangkabau dalam pndidikan. Selain iti memberikan penjelasan tentang masalah
kedwibahasaan dalam masyarakat minangkabau. Adapun membahas tentang
kajian-kajian yang bersangkutan mengenai bahasa minangkabau. Dan memberikan
contoh apa saja dialek-dialek dalam bahasa minangkabau. Dan yang terakhir
bertujuan untuk menjelaskan bagaimana penggunaan bahasa anak-anak minangkabau.
D.
Manfaat Penelitian
Sangat diharapkan bahwa penulisan karya
tulis ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh kalangan pihak. Adapun Manfaat
ditulisnya karya ilmiah ini diantara lain adalah sebagai berikut :
1. Bagi para mahasiswa, diharapkan
penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan tentang bagaimana
sesungguhnya pengaruh kedwibahasaa pada anak-anak Minangkabau danbagaimana cara mereka
memperoleh atau belajar bahasa.
2. Bagi guru-guru pengajar bahasa dan
sastra Indonesia karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat secara umum untuk digunakan sebagai bahan dalam meningkatkan
mutu belajar siswa didiknya, sehingga dengan adanya pemahaman yang baik
mengenai hal itu diharapkan akan memudahkan untuk menciptakan suasana
pembelajaran bahasa Indonesia yang baik.
3. Karya tulis ilmiah ini dapat pula
digunakan sebagai sumber referensi untuk penelitian yang lebih lanjut dan
mendalam.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Kedwibahasaan
Bahasa
Indonesia pada saat ini dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan
perbendaharaan kata, sehingga wajar apabila bahasa Indonesia banyak dipengaruhi
oleh unsur-unsur bahasa daerah, karena bahasa Indonesia belum cukup mempunyai
konsep dan tanda yang dapat mewakili pengertian yang lengkap. Pengaruh unsur bahasa Madura tersebut dapat memperkaya
kosa kata bahasa Indonesia.
Kedwibahasaan
timbul akibat adanya kontak bahasa ini sesuai dengan pendapat Weinreich (dalam
Suwito, 1983:39) yang menyatakan bahwa kontak bahasa terjadi apabila dua bahasa
atau lebih dipakai secara bergantian, sehingga mengakibatkan terjadinya tranfer
yaitu pemindahan atau peminjaman unsur dari bahasa satu ke bahasa lain,
sehingga dapat menimbulkan kedwibahasaan. Kedwibahasaan berkaitan dengan kontak
bahasa karena kedwibahasaan merupakan pemakaian dua bahasa yang dilakukan oleh
penutur secara bergantian dalam melakukan kontak sosial.
Dalam hal kedwibahasaan, dwibahasawan
tidak harus menguasai dua bahasa secara aktif, tetapi dapat pula secara pasif.
Penggunaan secara aktif dalam arti menggunakan dua bahasa yang sama baiknya,
sedangkan secara pasif apabila dia cukup mampu memahami apa yang dituturkan
atau ditulis dalam bahasa kedua.
Jenis kedwibahasaan
berdasarkan tingkat pendidikannya menurut Samsuri (1994:55) ada dua macam,
sebagai berikut:
a.
Kedwibahasaan sejajar, yaitu kedwibahasaan yang dipakai oleh
pemakai yang terpelajar dan mempunyai penguasaan yang sama terhadap kedua
bahasa. Penutur dapat menggunakan secara bergantian tanpa menimbulkan
dislokasi;
b.
Kedwibahasaan bawaan, kedwibahasaan yang dipakai oleh
pemakai yang kurang terpelajar. Semakin kurang terpelajarnya semakin besar
pengaruh bahasa pertama atau bahasa ibunya.
Orang yang belajar menyatakan diri dalam dua bahasa ialah
apabila penguasaan bahasa yang satu tidak bergantung kepada yang lain dan tidak
meminta bantuan pada orang lain. Kejadian semacam ini hanya dipakai pada
orang-orang yang belajar bahasa dalam situasi yang berlainan, misalnya di rumah
dengan orang tua, sedangkan di luar rumah dengan orang teman-temannya. Seberapa
jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia
menggunakan kedua bahasa itu.
Pengertian
kedwibahasaan (bilingualism) telah mengalami perkembangan yang semakin
luas. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik
terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh
pembicara asli. Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia,
pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal ini
merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita, yaitu
kebudayaan bhineka tunggal ika. Di Indonesia terdapat banyak bahasa dan dialek.
Di samping bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan
bahasa Negara, terdapat banyak sekali bahasa-bahasa daerah. Perbedaan bahasa
Indonesia dengan bahasa daerah itu terutama adalah dalam kedudukan dan
fungsinya. Pada bidang ilmu dan teknologi, penggunaan bahasa tulis mempunyai
kedudukan yang sangat penting, menurut penggunaanya secara tertulis, bahasa dapat
digolongkan menjadi:
1.
Bahasa yang tidak digunakan untuk keperluan penulisan yang
normal.
2.
Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan yang normal.
3.
Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan penelitian.
B.
Macam-macam
definisi kedwibahasaan
Ketika kita berbicara dengan
seorang preman pasar akan berbeda rasanya ketika kita berbicara dengan seorang
dosen bahasa indonesia, bahasa merupakan cerminan kepribadiaan seseorang jika
kita melihat air yang dikeluarkan dari sebuah teko, kejernihan dan kekotoran
air itu menunjukan kualitas teko. Begitulah bahasa menurut para pakar
psikolinguistik,
Sebenarnya bahasa tidak hanya
mencerminkan kepribadian akan tetapi
sebuah alat komunikasi sosial yang sangat di butuhkan manusia sebagai mahluk
sosial, karena manusia hidup bermasyarakat semua kegiatanya memerlukan bahasa,
Komunikasi antar pemakai bahasa dalam bersosialisasi itulah yang dapat
menimbulkan kontak bahasa, kontak bahasa menurut para ahli Mackey (dalam Suwito, 1983:39) memberikan
pengertian sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain, baik
langsung maupun tidak langsung, sehingga menimbulkan perubahan bahasa yang
dimiliki oleh ekabahasawan.
Penutur yang ekabahasawan menjadi
dwibahasawan, yaitu orang yang menguasai satu bahasa menjadi lebih dari satu
bahasa. Kontak bahasa menimbulkan kedwi bahasaan adapun pendapat yang lain mengenai kontak
bahasa menurut Suwito (1983:39) pengertian kontak bahasa meliputi segala
peristiwa persentuhan antara beberapa bahasa yang berakibat adanya kemungkinan
pergantian pemakaian oleh penutur dalam konteks sosialnya. Peristiwa atau
gejala semacam itu antara lain nampak dalam ujud kedwibahasaan dan diglosia.
Pendapat Suwito ini identik dengan pendapat Kushartanti (2005:58) yang
menyatakan bahwa terjadinya kontak bahasa disebabkan adannya kedwibahasaan atau
keanekabahasaan. Dapat disimpulkan kontak bahasa adalah persentuhan antara
beberapa bahasa yang terjadi oleh sosialisasi individu yang saling
berkomunikasi.
Di atas beberapa kali di sebutkan
bahwa kontak bahasa terjadi di karenakan adanya kedwibahasaan, apakah itu
kedwibahasaan? Telah diketahui bahwa secara harfiah kedwibahasaan adalah
kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Dibawah ini
adalah pendapat-pendapat atau definisi tantang kedwibahasaan oleh para pakar
ahlinya. Menurut para pakar kedwibahasaan didefinisikan sebagai berikut:
a.
Robert Lado (1964-214)
Kedwibahasaan merupakan kemampuan
berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis
pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana tingkatnya oleh
seseorang.
b.
MacKey (1956:155)
Kedwibahasaan adalah pemakaian yang
bergantian dari dua bahasa. Merumuskan kedwibahasaan sebagai kebiasaan
menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang (the alternative use of two or
more languages by the same individual). Perluasan pendapat ini dikemukakan
dengan adanya tingkatan kedwibahasaan dilihat dari segi penguasaan unsur
gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan
berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
c.
Hartman dan Stork (1972:27)
Kedwibahasaan adalah pemakain dua
bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran.
d.
Bloomfield (1958:56)
Kedwibahasaan merupakan kemampuan
untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan
kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native
like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan
ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
e.
Haugen (1968:10)
Kedwibahasaan adalah tahu dua
bahasa. Jika diuraikan secara lebih umum maka pengertian kedwibahasaan adalah
pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif
oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Mengemukakan kedwibahasaan dengan
tahu dua bahasa (knowledge of two languages), cukup mengetahui dua bahasa
secara pasif atau understanding without speaking.
f.
Oksaar
Berpendapat bahwa kedwibahasaan
bukan hanya milik individu, namun harus diperlakukan sebagai milik kelompok,
sehingga memungkinkan adanya masyarakat dwibahasawan.
Seperti yang kita maklumi, bahwa di
Indonesia terdapat banyak bahasa. Di samping bahasa Indonesia, terdapat
bahasa-bahasa daerah, serta dialek-dialeknya, dan bahasa asing. Oleh karena itu
kemungkinan terkadinya kontak bahasa itu sangat besar, baik antara bahasa
Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Pengaruh-pengaruh yang
mengena kepada bahasa Indonesia itu ada yang menguntungkan da nada yang merugikan,
baik dipandang dari segi struktur bahasa maupun dipandang dari segi luarnya.
Oleh karena itu patutlah kita mempunyai pedoman dalam menghadapi segala
pengaruh yang mungkin terjadi akibat kontak bahasa, yang merupakan salah satu
bagian dari kontak budaya pada umumnya.
Dalam masyarakat yang menggunakan
lebih dari sebuah bahasa terdapatlah masalah pengajaran bahasa yang berkaitan
dengan kedwibahasaan, masalah-masalah tersebut diantara lain adalah:
1. Tentang
perencanaan pengajaran bahasa.
2. Tentang kapan bahasa-bahasa
itu diajarkan.
3. Masalah pengaruh
bahasa pertama dalam mempelajari bahasa kedua.
4. Masalah yang
berkenaan dengan pemilihan bahan dan metode mengajar.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kedwibahasaan
Pengertian
kedwibahasaan (bilingualism) telah mengalami perkembangan yang semakin
luas. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik
terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh
pembicara asli. Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia,
pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal ini
merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita, yaitu
kebudayaan bhineka tunggal ika. Di Indonesia terdapat banyak bahasa dan dialek.
Di samping bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan
bahasa Negara, terdapat banyak sekali bahasa-bahasa daerah. Perbedaan bahasa
Indonesia dengan bahasa daerah itu terutama adalah dalam kedudukan dan
fungsinya.
Dalam bagian ini beberapa konsep dasar
dalam fenomena pemerolehan bahasa anak, teori-teori pemerolehan bahasa pertama
dan bahasa kedua serta interferensi atau pengaruh
bahasa. Disini juga dijelaskan beberapa kajian terakhir tentang topik-topik
terkait permerolehan bahasa anak.
1. Bahasa pertama
Istilah ‘bahasa pertama ‘first
language’ digunakan berbeda-beda. Menurut Bloomfield (1933), bahasa yang
pertama dipelajari seseorang dalam berbicara adalah bahasa aslinya. Dalam hal ini, dia adalah penutur asli (native speaker) dari bahasa itu.
Gass dan Selingker ( 2001) menjelaskan bahwa native language adalah istilah yang digunakan untuk bahasa yang
pertama yang dipelajari anak. Istilah ini juga dikenal sebagai bahasa utama
(primary language), bahasa ibu (mother tongue) dan bahasa pertama (first
language).
Berdasarkan fungsinya, bahasa pertama
juga digunaan untuk mengacu pada bahasa yang paling banyak atau sering
digunakan seseorang. Istilah bahasa pertama juga digunakan untuk merujuk pada
tingkat penguasaan sesorang terhadap bahasa. Istilah bahasa ibu (mother tongue atau mother language) digunakan juga untuk bahasa
yang dipelajari seseorang di rumah (terutama dari orangtua mereka). Berdasarkan
defenisi ini, maka anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang dwibahasa
(bilingual) memiliki lebih dari dua bahasa ibu. Istilah bahasa pertama didefenisikan sebagai bahasa yang banyak digunakan
dirumah oleh seorang anak dengan orangtuanya dan yang diajarkan oleh
orangtuanya ketika dia masih kanan-kanak atau ketika dia sudah bisa berbicara.
2. Bahasa Kedua
Bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa
pertama. Batasan pemerolehan bahasa kedua sangat
bersifat arbiter atau suka-suka. Anak dapat memperoleh dua bahasa secara
simultan di masa kanak-kanak, dan walaupun sulit menentukan dengan tepat titik
awal dan titik akhir periode pemerolehan bahasa kedua anak, diperkirakan masa
itu berkisar antara usia 5 sampai 9 tahun, ketika bahasa utama atau pertama
sudah mantap (settled) dan sebelum adanya pengaruh apapun selama masa kritis
pemerolehan bahasa anak. Penyederhaan dan kesimpulan yang
berlebihan terhadap aturan-aturan bahasa target mempengaruhi kemampuan bahasa
kedua anak-anak yang berusia antara 7 sampai 8 tahun. Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia di Minang, perlu dilihat
variabel-variabel sosial dan fisikologis manakah yang mungkin berperan
mengingat Bahasa Indonesia tidak mewakili bahasa etnik manapun di Indonesia.
Pada bidang ilmu dan teknologi, penggunaan bahasa tulis
mempunyai kedudukan yang sangat penting, menurut penggunaanya secara tertulis,
bahasa dapat digolongkan menjadi:
1. Bahasa yang tidak digunakan untuk keperluan
penulisan yang normal, yaitu bahasa yang tidak mempunyai penampilan oleh anggota
masyarakatbahasa itu, lisan itu terbatas untuk tujuan tertentu saja, atau
digunakan hanya pada kamus, buku tata bahasa, buku pelajaran dan terjemahan
kitab suci, tetapi tidak digunakan secara luas dalam masyarakat.
2. Bahasa yang
digunakan untuk keperluan penulisan yang normal, yaitu bahasa itu digunakan
untuk tujuan surat menyurat sehari-hari antar orang-perorangan, atau digunakan
dalam majalah populer, surat kabar, dan buku yang bukan terjemahan.
3.Bahasa yang
digunakan untuk keperluan penulisan penelitian,yang asli dalam
ilmu pengetahuan alam yang ditertibkan secara teratur, atau dipergunakan untuk
menerbitkan terjemahan dan ikhtisar karya-karya ilmiah yang berasal dari bahasa
lain.
Dalam
penggolongan itu bahasa Indonesia sudah biasa digunakan dalam penulisan yang
normal, dan dalam penelitian sudah juga dimulai dan sekarang ada dalam
pertumbuhannya, mengingat semakin bertambah hasil penelitian yang diterbitkan
dalam bahasa Indonesia. Penggolongan bahasa menurut penggunaan tertulisnya itu
menunjukkan pula bahwa pengembangan bahasa merupakan tanggung jawab semua
orang, apa pun juga pekerjaan dan keahliannya. Berdasarkan uraiaan di atas,
dapatlah difahami mengapa kedwibahasaan merupakan peristiwa yang nyata dan
keharusan bagi kita, dilihat dari keperluan komunikasi, baik komunikasi
internal dan internasional, maupun komunikasi ilmu dan teknologi.
B. Masalah kedwibahasaan
Seperti
yang kita maklumi, bahwa di Indonesia terdapat banyak bahasa. Di samping bahasa
Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah, serta dialek-dialeknya, dan bahasa
asing. Oleh karena itu kemungkinan terkadinya kontak bahasa itu sangat besar,
baik antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing.
Pengaruh-pengaruh yang mengena kepada bahasa Indonesia itu ada yang
menguntungkan da nada yang merugikan, baik dipandang dari segi struktur bahasa
maupun dipandang dari segi luarnya. Oleh karena itu patutlah kita mempunyai
pedoman dalam menghadapi segala pengaruh yang mungkin terjadi akibat kontak
bahasa, yang merupakan salah satu bagian dari kontak budaya pada umumnya.
Dalam
masyarakat yang menggunakan lebih dari sebuah bahasa terdapatlah masalah
pengajaran bahasa yang berkaitan dengan kedwibahasaan, masalah-masalah tersebut
diantara lain adalah:
1. Tentang
perencanaan pengajaran bahasa, terdapat beberapa tahapan dalam penyusunannya.
Tahapan pertama ini adalah keputusan politis dan ditentukan oleh pemerintah.
Tahapan kedua, penentuan tentang apa yang diajarkan dan berapa banyak harus
diajarkan ini adalah keputusan linguistik dan sosiolinguistik yang dilakukan
oleh para ahli linguistic terapan. Tahapan ketiga tentang bagaimana bahasa itu
diajarkan, merupakan keputusan psikolinguistik dan pedagogik,
2. Tentang kapan
bahasa-bahasa itu diajarkan. Pengajaran bahasa kedua itu sering dimulai sejak
kecil, dengan alas an antara lain bahwa bahasa kedua diperlukan sebagai bahasa
pengantar. Timbul masalah, misalnya tentang apakah bahasa pertama dan kedua itu
diajarkan serempak, atau bahasa kedua baru diajarkan kemudian. Jika pengajaran
bahasa kedua ditunda waktunya, kapan harus mulai diperkenalkan.apakah pelajaran
bahasa kedua justru harus dimulai lebih cepat daripada seperti umumnya terjadi
dalam sistem pendidikan.
3.Masalah pengaruh bahasa
pertama dalam mempelajari bahasa kedua, dalam hal ini pengaruh bahasa daerah
dalam waktu mempelajari bahasa Indonesia.kesukaran murid dalam waktu
mempelajari bahasa kedua, penyimpangan-penyimpangan pada bidang bunyi bahasa
dan tata bahasa yang terjadi pada tuturan murid,banyak yang dapat diterangkan
dari segi struktur bahasa,yaitu dengan memperbandingkan struktur bahasa pertama
murid dengan struktur bahasa kedua yang dipelajari. Oleh karena itu, bahasa
pertama murid patut diperhitungkan pula
dalam penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia. Sesungguhnya, pengaruh itu
terjadi juga sebaliknya, yaitu pengaruh bahasa Indonesia pada tuturan murid
dalam bahasa daerah.
4.Masalah yang
berkenaan dengan pemilihan bahan dan metode mengajar. Bahan yang sudah ditentukan
dalam GBPP serta disajikan dalam buku-buku pelajaran, masih juga harus
dipilih,disusun, disajikan, diulangdan dinilai oleh guru, dengan
mempertimbangkan keadaan murid-muridnya, dan salah satunya adalah kenyataan
bahwa murid-murid itu dwibahasawan.
C. Kajian-kajian bahasa minangkabau
Kajian
bahasa minagkabau telah dimulai menjelang tahun 1870 dan masih dilakukan hingga
zaman mutakhir, meskipun sering kali terhenti karena berbagai peristiwa atau
kekurangan peneliti. Pengkajian itu terutama giat dilakukan pada tiga periode,
yaitu:
1.
Periode pertama
(1870-1900)
Salah satu hal pertama yang
dipikirkan oleh para peneliti Belanda yang ingin mengkaji bahasa Minangkabau
adalah menciptakan sistem transkripsi. Tulisan Arab-Melayu yang digunakan
hingga saat itu untuk menulis bahasa Minangkabau terbukti tidak mampu memerikan
segala ciri bahasa itu. Misalnya kata dasar Minang diperlakukan seperti kata
dasar Melayu, dan kekhasan bahasa Minangkabau tidak diperhatikan. Selama
periode pertama penelitian bahasa Minang itu, sebagian besar teks diterbitkan
serempak dalam tulisan Arab-Melayu dan dalam transkripsi latin. Setiap penulis
memberikan transkripsi sendiri sehingga menimbulkan kontroversi yang hangat,
sebagaimana tampak dalam tulisan-tulisan zaman itu, tahun-tahun berikutnya
ditandai terutama oleh munculnya penulis yang tetap dianggap sebagai pelopor
kajian Minangkabau, yaitu J.L van der Toorn. Mula –mula ia menciptakan
transkripsi yang memadai,yang mengakhiri kontroversi di kalangan para peneliti
zaman itu, dan digunakan selama beberapa decade di dalam terbitan berbahasa
minangkabau.
2.
Periode kedua (1920-1935)
Tak dapat disangkal lagi bahwa
periode ini adalah yang paling produktif. Pertama-tama dengan katalog sejumlah
besar naskah minangkabau, yang diterbitkan oleh
Ph. S. van Ronkel (supplement-catalogus der Maleisch en Minangkabausce handchriften
in de leidsche Universitas Bibliotheek,Leiden,1921). Naskah –naskah
yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden itu memberikan contoh yang
cukup beragam dari kesusastraan Minangkabau. Isinya terutama : kaba
(legenda dalam prosa berirama), dongeng untuk anak, peribahasa, lagu untuk
rakyat, teka-teki, pantun, dan pidato tradisional. Beberapa naskah dari koleksi
itu telah diterbitkan, khususnya Malim Diman, Tjindoer Mato, Soetan Bagindo,
Nan Toengga, Namun sebagian besar belum mendapat perhatian. Karena
jumlahnya, keragaman isinya, dan keragaman tempat asal teks tersebut maka
naskah koleksi itu merupakan sebuah alat terpenting yang diharapkan pada suatu
hari dapat digunakan oleh para peneliti sebagai dasar sebuah kajian yang lebih
mendalam mengenai bahasa Minagkabau.
3.
Periode ketiga
(1955-1980)
Setelah disela oleh Perang Dunia dan
Perang Kemerdekaan Indonesia, kajian Minangkabau dimulai lagi menjelang Tahun
1955, dengan angkatan peneliti baru. Disayangkan bahwa para peneliti Belanda,
yang telah memberikan sedemikian banyak sumbangan pada penelitian Minang selama
masa penjajahan, tidak berperan serta. Kajian-kajian pertama yang terbit
setelah kemerdekaan Indonesia terutama skripsi dan disertasi. Pada masa ini
kesusastraan Minangkabau menjadi sangat popular. Semua penerbit
setempatmencetak kmbali karya-karya klasik atau menerbitkan karya yang belum
pernah terbit. Sebuah “ Seminar tentang sejarah dan budaya Minangkabau”
menghimpun tokoh-tokoh intelektual bidang Minang, di batusangkar pada tahun
1970. Pada kesempatan itu para pakar adat dan generasi muda peneliti pribumi bersidang dengan bersemangat
sehingga menimbulkan semangat baru dalam kajian Minangkabau.
D. Dialek-dialek Minangkabau
Sejak abad
yang lalu, seua linguis yang ingin mengkaji bahasa minangkabau terbentur pada
kesulitan utama ini, yaitu tidak adanya model tunggal untuk bahasa tersebut.
Dapat dipahami cukup serunya perdebatan yang terjadi tatkala para peneliti
pertama belanda membahas masalah transkripsi bahasa minangkabau. Jumlah dan
variasi dialek minang jelas tidak luput dari perhatian para pakar zaman itu.
Sejak tahun
1872, Profesor J. Pijnappel mengakui adanya beberapa dialek, seperti dialek-dialek
Rao di Tanah Datar dan dialek-dialek agama. Menurutnya, model yang paling
mewakili bahasa minang adalah dialek Tanah Datar, demikian pula halnya
buku-buku ajar sekolah yang diterbitkan di bawah pengawasan Emies dari tahun
1930 hingga tahun 1935, menampilkan suatu bahasa majemuk yang menghilangkan
kosakata dan langgam yang terlalu khas dari suatu wilayah, Misalnya diajarkan
acuan persona: inyo “ dia”, terutama yang lazim digunakan di daerah padang.
Teks berbahasa Minang yang banyak diterbitkan terutama sejak tahun 20-an,
mencerminkan keinginan untuk menampilkan satu bahasa yang dapat dipahami oleh
kebanyakan penutur minang. Meskipun demikian, sering kali para penulisnya tidak
berhasil melepaskan diri dari bahasa percakapan kampungnya, khususnya di dalam
teks-teks yang dihasilkan di Payakumbuh.
Meskipun
demikian sejak beberapa tahun yang lalu telah dilakukan upaya pengkajian
dialek-dialek Minangkabau secara sistematis, di samping itu telah dapat
dibadakan pula tiga dialek, dengan memperhatikan realisasi vokal pertama dalam
kata dasar eperti KV-KV atau KV-KVK. Di bagian barat ranah Minangkabau, V
direalisasi sebagai /a/ dan di bagian timur sebagai /o/, Misalnya tabu ‘tebu’
dapat dilafalkan /tabu/, /tobu/, sesuai dengan daerahnya. Di daerah sepeerti
ranah Minangkabau, yang memiliki demikian banyak dialek yang masih perlu
diinventarisasikan, kita selalu mendapat kesulitan untuk memilih model yang
akan dideskripsikan.
Meskipun demikian ternyata di ranah itu salah
satu dialek lebih diutamakan penggunaannya dalam komunikasi antar penutur,
yaitu dialek padang. Dialek padang yang pada mulanya digunakan oleh penduduk
padang, sebenarnya telah menjadi bahasa pengantar di daerah Minangkabau.
Sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi, dialek padang telah
mendapat tempat yang utama dan sekarang diakui sebagai dialek “prestise”,yang
digunakan dalam komunikasi di antara anggota masyarakat Minangkabau. Pentingnya
dialek padang dan penggunaannya sebagai bahasa pengantar di Ranah inangkabau,
tidak luput dari perhatian para pakar,khususnya Muhardi dan Syamsir Arifin.
Bagi Muhardi, dialek padang adalah satu-satunya yang dapat dipahami oleh semua
penutur Minang, baik yang tinggal di Ranah Minang maupun yang di perantauan. Ia
mengamati khususnya bahwa manakala dua orang berjumpa, yang masing-masing
menjadi penutur dialek tertentu, mereka tidak berani menggunakan bahasa
kampungnya yang mereka anggap secara benar atau keliru sebagai bahasa
selingkung. Jadi, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa percakapan padang.
Bagi
penulis tersebut, dialek padang di samping memiliki ciri khas, diperkaya juga
dengan sekian banyak kosakata baru yang di bawa oleh orang-orang desa yang
dating menetap di kota. Baginya, dialek padang yang telah mengambil manfaat
dari dialek-dialek lainnya dan yang juga memiliki prestise tertentu sebagai
bahasa ibukota daerah, ternya merupakan satu-satunya yang mampu berpretensi
berstatus bahasa bersama. Bahasa percakapan padang yang kini memang memiliki
status bahasa supralokal itulah yang akan kami deskripsikan. Setelah
menggunakan bahasa itu selama lima tahun, kami mendapati bahwa bahasa padang
terbukti merupakan alat komunikasi ideal bukan saja di kota-kota melainkan juga
di desa-desa terpencil yang perbedaan di antara dialeknya lebih besar.
E.
Penggunaan bahasa
Minangkabau
Perilaku
berbahasa orang-orang Minangkabau berbeda-beda tergantung pada bahasa
pertamanya, ranah penggunaan, konteks pemakaian, usia, dan jenis kelamin.
Diantara lainnya adalah:
1. Penggunaan bahasa
di ranah keluarga/rumah
Anak-anak
yang bahasa pertamanya Bahasa Minangkabau, menggunakan Bahasa Minangkabau sebagai
bahasa sehari-hari dengan orangtua mereka, kakak, adik serta anggota keluarga
lainnya seperti nenek, kakek, Om dan Tante. Anak-anak yang bahasa pertamanya
Bahasa Indonesia, menggunakan Bahasa Indonesia dengan orangtua mereka, kakak/adik, Om dan
Tante, tetapi menggunakan Bahasa Minangkabau dengan nenek atau kakek yang tidak bisa berbicara
dalam Bahasa Indonesia.
2. Penggunaan bahasa
di lingkungan/tetangga
Anak-anak yang
bahasa pertama mereka adalah Bahasa Minangkabau menggunakan bahasa berdasarkan
pada siapa lawan bicara. Mereka menggunakan Bahasa Minangkabau dengan anak-anak
yang menggunakan Bahasa Minangkabu sehari-hari di rumah, dan menggunakan Bahasa
Indonesia dengan anak-anak yang menggunakan Bahasa Indonesia di rumahnya.
Perilaku
berbahasa anak-anak di lingkungan tempat tinggal juga berbeda; anak-anak dengan
bahasa pertama Bahasa Indonesia
menggunakan Bahasa Indonesia dengan teman-teman laki-laki maupun
teman-teman perempuan, orang dewasa dan orang tua yang mereka kenal. Anak-anak
denga bahasa pertama Bahasa Minangkabau menggunakan Bahasa Minangkabau dengan semua orang dewasa di lingkungannnya,
dan teman-teman yang berbahasa Bahasa Minangkabau sehari-harinya, tetapi
menggunakan Bahasa Indonesia dengan
anak-anak dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia.
Terdapat
perilaku yang berbeda antara anak laki-laki dengan anak perempuan; anak-anak
perempuan menggunakan Bahasa Indonesia secara konsisten dengan teman laki-laki dan
perempuan sementara anak laki-laki menggunakan Bahasa Indonesia hanya dengan teman perempuan yang bahasa
pertamanya adalah Bahasa Indonesia. Dengan sesama teman laki-laki, mereka
selalu menggunakan Bahasa Minangkabau walaupun teman laki-laki itu di rumah
menggunakan Bahasa Indonesia.
3. Penggunaaan bahasa
di sekolah
Penggunaan
bahasa oleh anak-anak perempuan di sekolah tergantung pada konteks, yaitu lawan
bicara, topik, waktu dan tempat. Anak yang bahasa pertamanya Bahasa Minangkabau,
menggunakan Bahasa Indonesia dengan
teman-teman perempuan yang belum dikenal atau yang belum akrab tetapi
menggunakan Bahasa Minangkabau dengan
teman-teman yang sudah sangat akrab. Anak-anak perempuan yang bahasa pertamanya
Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia
dengan semua teman perempuan dan
laki-laki baik belum kenal maupun sudah kenal dan akrab. Mereka beralih ke Bahasa
Minangkabau kalau sedang bercanda atau
marah.
Penggunaan bahasa oleh anak laki-laki tergantung pada lawan
bicara; mereka cenderung memakai Bahasa Indonesia
dengan teman perempuan untuk menunjukkan
kesopanan (politeness) dan respek (respect). Mereka menggunakan Bahasa Minangkabau
dengan teman laki-laki untuk menghindari
jarak sosial (social distance) dan menjalin kedekatan (closeness). Perilaku
berbahasa anak di sekolah tampaknya juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan
sekolah. Anak-anak SMP 1, cenderung menggunakan Bahasa Indonesia di sekolah dibandingkan dengan siswa SMP 8.
Barangkali hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan juga prestise dan image sekolah
masing-masing.
4. Penggunaan bahasa
di tempat umum
Perilaku
anak-anak di tempat umum berbeda tergantung pada lawan bicara dan tempat.
Anak-anak perempuan dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia
berbicara dengan perempuan dan laki-laki
di tempat umum seperti pelayan toko di pasar-pasar swalayan tanpa
mempertimbangkan apakah pelayan toko itu memakai Bahasa Indonesia atau Bahasa Minangkabau.
Sebaliknya, anak-anak laki-laki menggunakan Bahasa Minangkabau pada kontak
pertama dengan pelayan toko dan pindah ke Bahasa Indonesia kalau pelayan toko
menggunakan Bahasa Indonesia. Anak-anak laki-laki menggunakan Bahasa Minangkabau
bila berbicara dengan orang dewasa di
tempat umum, tetapi anak perempuan melihat pada siapa lawan bicaranya. Namun,
semua anak-anak mengaku menggunakan Bahasa
Minangkabau kalau berbicara pada
pedagang di warung-warung dan pasar-pasar tradisional dan sopir angkutan umum.
F.
Faktor-faktor
sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan BI lisan dan tulis anak-anak
Minang.
Meskipun perilaku berbahasa anak-anak
Minang berbeda berdasarkan gender, tetapi hasil uji statistik menunjukan bahwa
perilaku tersebut tidak berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa Indonesia lisan
dan tulisan anak. Dari analisis hasil uji statistik diatas, tidak bisa
dijelaskan apakah ada hubungan langsung antara perilaku berbahasa anak
laki-laki dan anak perempuan dengan kemampuan bahasa Indonesia lisan dan tulis
mereka. Diperlukan sebuah penelitian lebih mendalam untuk dapat melihat
hubungan ini dan menemukan faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi
terhadap fenomena ini.
Dari hasil uji perbandingan berganda,
dipereoleh hasil bahwa kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulis anak-anak
Minangkabau tidak berbeda berdasarkan usia.
Fenomena ini mungkin dapat dijelaskan dari sudut masa pemerolehan bahasa
pertama dan bahasa kedua disini anak-anak yang diteliti
telah melalui masa kritis pemerolehan bahasa pertama mereka dan sama-sama telah
mengenal atau mempelajarai bahasa kedua mereka.
Meskipun sikap bahasa anak-anak berbeda berdasarkan gender dan usia,
dari hasil penelitian ini belum dapat dijelaskan apakah ada hubungan yang
positif antara sikap bahasa dengan kemampuan bahasa Indonesia anak. Diperlukan
sebuah penelitian yang khusus untuk melihat hubungan antara sikap bahasa dan
kemampuan bahasa Indonesia anak.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini adalah menggunakan metode Kualitatif. bersifat kualitatif merupakan
suatu cara analisis yang cenderung menggunakan kata-kata atau pernyataan untuk
menjelaskan fenomena ataupun data yang didapatkan. Adapun teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan karua tulis ilmiah ini menggunakan cara Studi Kepustakaan atau
Studi Dokumen. Studi Pustaka (Library Researh) yaitu dengan mengadakan
pemahaman terhadap bahan-bahan yang tertuang dalam buku-buku pustaka yang
berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
A. Metode pengumpulan data
Penelitian
ini adalah penelitian kepustakaan (Billiographic Research) yaitu; cara menelaah
dan menganalisa literatur – literatur yang ada kemudian hasil- hasilnya di catat dan
dikualifikasi menurut kerangka yang sudah direncanakan metode pengumpulan data
yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah:
1.Studi ke pustakaan
Studi ke pustakaan adalah penelitian dengan mempelajari buku-buku,
bacaan-bacaan lain yang
ada kaitannya dengan masalah-masalah yang ada dalam suatu penelitian.
B.
Rancangan
penelitian
Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu
kegiatan sebulum dilaksanakan. Kegiatan merencanakan ini sangat berkaitan erat dengan
komponen-komponen penelitian yang diperlukan. Penelitian dirancang dan
diarahkan untuk memecahkan masalah tertentu yang berupa jawaban masalah atau dapat menentukan hubungan
antara variabel-variabel-variabel penelitian tersebut.
C.
Tekhnik
analisis data
Data yang diperoleh atau terkumpul, belum
bisa dijadikan gambaran landasan dari
obyek yang sebenarnya, maka sebagai tindak lanjut adalah analisis data.
Secara
garis besar, pekerjaan analisis ada empat langkah, yaitu:
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali semua instrument penelitian
yang telah diisi oleh responden.
b. Cooding,
yaitu kegiatan memberi kode pada pertanyaan-pertanyaan atau tes yang terdapat
dalam instrument penelitian.
c. Tabulasi yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan
sesuai dengan jenis variabel dan
item-item pertanyaan yang telah diberi kode. Tabulasi ini dilakukan setelah
kita mengumpulkan data dan memberinya kode.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa
atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara
bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara
bergantian baik secara produktif maupun resesif oleh seorang individu atau oleh
masyarakat. Dalam masyarakat indonesia khususnya Sumatra Barat masyarakat
umumnya menggunakan bahasa indonesia dan bahasa Minangkabau, hal ini dapat
diartikan bahwa masyarakat Sumatra Barat
merupakan masyarakat dwibahasawan meminjam
pengertian dari Oksaar. Bahasa Minangkabau , merupakan salah satu bahasa
ibu yang jumlah pemakainya kedua terbanyak di indonesia. Dari hasil uji statistik terhadap data-data yang dikumpulkan di lapangan
tampak bahwa bahasa pertama mempengaruhi bahasa tulisan anak-anak Minang dalam hal gaya bahasa dan susunan kalimat. Sementara bahasa lisan
tidak dipengaruhi oleh bahasa pertama anak-anak. Perilaku berbahasa anak yang
berbeda berdasarkan gender tidak mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia lisan
dan tulis anak-anak. Perbedaan dalam hal usia juga tidak menentukan kemampuan
anak dalam Bahasa Indonesia tulis dan lisan. Namun, tidak bisa ditelusuri dalam
penelitian ini apakah sikap bahasa anak berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa
indonesia lisan dan tulis mereka.
B.
Saran
Berdasarkan dari hasil
penelitian dan kesimpulan tersebut maka dikemukakan saran sebagai berikut:
a. Bahasa yang telah ada pada masyarakat telah
menjadi kebudayaan, Kita sebagai generasi bangsa yang menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya sudah seharusnya menjaga Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah
itu sendiri, agar tetap dilestarikan.
b. Perolehan bahasa
kedua (bahasa Indonesia) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika
sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Sekolah merupakan rumah kedua
bagi anak-anak dan mempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa
sebagai contoh bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia.
c. Disarankan kepada mahasiswa, pendidik atau
pemerhati pemerolehan dan perkembangan bahasa untuk melakukan penelitian serupa
dengan waktu dan subjek atau populasi penelitian yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Yus Rusyana.1984. Bahasa dan sastra.Bandung: CV.Diponegoro
Jakarta.
Drs. Abdul Chaer.2002. Pengantar sistematik bahasa Indonesia.
Jakarta:Rieneka Cipta.
Rahayu S. Hidayat.1998. Tata Bahasa Minangkabau.
Jakarta: Kepustakaan
popular gramedia.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa langkah Awal
memahami Linguistik. Jakarta : PT. Sun Printing.
Suwito. 1993. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan
Problema. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.
Wardani Griya.(2011). Kontak Bahasa Dan Kedwibahasaan.
Tersedia :
http://griyawardani.wordpress.com/
[3 Mei 2012]
Hidayatullah,Arief(2009). Pengertian
Bilingualism/Kedwibahasaan. Tersedia:
http://16arief.wordpress.com/ [3
Mei 2012]
0 komentar on "KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU"
Posting Komentar