Senin, 09 Desember 2013

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU

Diposting oleh Unknown di 08.49


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang  “PENGARUH  KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU” karya tulis ini berisi beberapa informasi tentang pengaruh bahasa pertama pada anak pada usia dini dan mengupas segala informasi yang berhubungan dengan kebahasaan teutama bahsa yang kita gunakan setiap hari serta untuk meningkatkan informasi kepada para pembaca.
Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk menyumbangkan pemikiran kami atas kurangnya pengetahuan tentang kebahasaan pada masyarakat kita. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut serta berperan dalam penyusunan karya ilmiah ini dari awala sampai akhir.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai peningkatan hasil belajar kami. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Surabaya, 12 juni 2012


Nurul Hudaifah Rahmatika

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR        
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.  Rumusan Masalah
C.  Tujuan Penelitian
D. Manfaat penelitian
BAB II  LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kedwibahasaan
B.  Macam-macam Definisi kedwibahasaan
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Kedwibahasaan
B.  Masalah kedwibahasaan
C.  Kajian-kajian bahasa minangkabau
D. Dialek-dialek Minangkabau
E.  Penggunaan bahasa Minangkabau
F.   Faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia  lisan dan tulis anak-anak Minang


BAB IV METODE PENELITIAN
A.    Metode pengumpulan data
B.     Rancangan penelitian
 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B.  Saran
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah
Dwibahasa (bilingualism) terdapat hampir di seluruh dunia, dalam semua kelas sosial dan semua kelompok umur. Kebanyakan anak-anak di dunia belajar untuk bicara dua bahasa dan hanya sekitar 1/4 saja dari anak-anak yang punya akses untuk berinteraksi dengan lingkungan dwibahasa yang tidak menjadi dwibahasa.
Masyarakat Sumatra Barat, sebagaimana umumnya masyarakat bahasa lain di Indonesia, adalah masyarakat dwibahasa. Paling tidak bilingual pasif. Mereka bisa berbahasa Minang  dan juga Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Anak-anak  Minangkabau  pada umumnya juga adalah dwibahasa. Status bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, akses anak-anak terhadap literasi, Serta penggunaan bahasa dalam keluarga dan lingkungan adalah faktor yang paling mungkin menyebabkan mereka menjadi dwibahasa. Bagi anak-anak yang bahasa pertamanya adalah bahasa ibu mereka, yaitu bahasa Minang, bahasa Indonesia merupakan bahasa ke dua. Mereka umumnya diperkenalkan pada bahasa Indonsia di sekolah, pada usia antara 5-7 tahun, baik sebagai bahasa pengantar pendidikan maupun sebagai sebuah mata pelajaran. Bagi anak-anak Minangkabau  yang bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia, bahasa Minang merupakan bahasa ke dua mereka. Mereka biasanya diperkenalkan pada bahasa Indonesia oleh orangtua mereka (pengasuh) dan belajar berbicara dalam bahasa Minang  dari lingkungan sehari-hari di rumah dari anggota keluarga luas dan lingkungan seperti teman dan tetangga.

Oleh karena anak-anak Minangkabau berada dalam komunitas masyarakat yang berbahasa Minang, diperkirakan anak-anak Minangkabau yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia, setidaknya paham dengan bahasa Minang Lingkungan linguistik yang kaya dan bersifat mendukung akan mendorong perkembangan bahasa anak.

B.  Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kedwibahasaan?
2. Bagaimana masalah kedwibahasaan dalam masyarakat indonesia?
3. Apa saja kajian-kajian mengenai bahasa minangkabau?
4. Apa saja dialek-dialek bahasa minangkabau?
5. Bagaimana penggunaan bahasa minangkabau?
6. Apa faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia  lisan dan tulis   anak-anak Minang?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih dalam tentang pengaruh kedwibahasaan pada anak – anak minangkabau dalam pndidikan. Selain iti memberikan penjelasan tentang masalah kedwibahasaan dalam masyarakat minangkabau. Adapun membahas tentang kajian-kajian yang bersangkutan mengenai bahasa minangkabau. Dan memberikan contoh apa saja dialek-dialek dalam bahasa minangkabau. Dan yang terakhir bertujuan untuk menjelaskan bagaimana penggunaan bahasa anak-anak minangkabau.

D.  Manfaat  Penelitian
Sangat diharapkan bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh kalangan pihak. Adapun Manfaat ditulisnya karya ilmiah ini diantara lain adalah sebagai berikut :
1.      Bagi para mahasiswa, diharapkan penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan tentang bagaimana sesungguhnya pengaruh kedwibahasaa pada  anak-anak Minangkabau danbagaimana cara mereka memperoleh atau belajar bahasa.
2.      Bagi guru-guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat secara umum untuk  digunakan sebagai bahan dalam meningkatkan mutu belajar siswa didiknya, sehingga dengan adanya pemahaman yang baik mengenai hal itu diharapkan akan memudahkan untuk menciptakan suasana pembelajaran bahasa Indonesia yang baik.
3.      Karya tulis ilmiah ini dapat pula digunakan sebagai sumber referensi untuk penelitian yang lebih lanjut dan mendalam.








BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Kedwibahasaan
            Bahasa Indonesia pada saat ini dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan perbendaharaan kata, sehingga wajar apabila bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur bahasa daerah, karena bahasa Indonesia belum cukup mempunyai konsep dan tanda yang dapat mewakili pengertian yang lengkap. Pengaruh  unsur bahasa Madura tersebut dapat memperkaya kosa kata bahasa Indonesia.
Kedwibahasaan timbul akibat adanya kontak bahasa ini sesuai dengan pendapat Weinreich (dalam Suwito, 1983:39) yang menyatakan bahwa kontak bahasa terjadi apabila dua bahasa atau lebih dipakai secara bergantian, sehingga mengakibatkan terjadinya tranfer yaitu pemindahan atau peminjaman unsur dari bahasa satu ke bahasa lain, sehingga dapat menimbulkan kedwibahasaan. Kedwibahasaan berkaitan dengan kontak bahasa karena kedwibahasaan merupakan pemakaian dua bahasa yang dilakukan oleh penutur secara bergantian dalam melakukan kontak sosial.
           Dalam hal kedwibahasaan, dwibahasawan tidak harus menguasai dua bahasa secara aktif, tetapi dapat pula secara pasif. Penggunaan secara aktif dalam arti menggunakan dua bahasa yang sama baiknya, sedangkan secara pasif apabila dia cukup mampu memahami apa yang dituturkan atau ditulis dalam bahasa kedua.
Jenis kedwibahasaan berdasarkan tingkat pendidikannya menurut Samsuri (1994:55) ada dua macam, sebagai berikut:

a.       Kedwibahasaan sejajar, yaitu kedwibahasaan yang dipakai oleh pemakai yang terpelajar dan mempunyai penguasaan yang sama terhadap kedua bahasa. Penutur dapat menggunakan secara bergantian tanpa menimbulkan dislokasi;
b.      Kedwibahasaan bawaan, kedwibahasaan yang dipakai oleh pemakai yang kurang terpelajar. Semakin kurang terpelajarnya semakin besar pengaruh bahasa pertama atau bahasa ibunya.
Orang yang belajar menyatakan diri dalam dua bahasa ialah apabila penguasaan bahasa yang satu tidak bergantung kepada yang lain dan tidak meminta bantuan pada orang lain. Kejadian semacam ini hanya dipakai pada orang-orang yang belajar bahasa dalam situasi yang berlainan, misalnya di rumah dengan orang tua, sedangkan di luar rumah dengan orang teman-temannya. Seberapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan kedua bahasa itu.
            Pengertian kedwibahasaan (bilingualism) telah mengalami perkembangan yang semakin luas. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh pembicara asli. Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal ini merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita, yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika. Di Indonesia terdapat banyak bahasa dan dialek. Di samping bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara, terdapat banyak sekali bahasa-bahasa daerah. Perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah itu terutama adalah dalam kedudukan dan fungsinya. Pada bidang ilmu dan teknologi, penggunaan bahasa tulis mempunyai kedudukan yang sangat penting, menurut penggunaanya secara tertulis, bahasa dapat digolongkan menjadi:
1.   Bahasa yang tidak digunakan untuk keperluan penulisan yang normal.
2.   Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan yang normal.
3.   Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan penelitian.
B.   Macam-macam definisi kedwibahasaan
             Ketika kita berbicara dengan seorang preman pasar akan berbeda rasanya ketika kita berbicara dengan seorang dosen bahasa indonesia, bahasa merupakan cerminan kepribadiaan seseorang jika kita melihat air yang dikeluarkan dari sebuah teko, kejernihan dan kekotoran air itu menunjukan kualitas teko. Begitulah bahasa menurut para pakar psikolinguistik,
             Sebenarnya bahasa tidak hanya mencerminkan kepribadian  akan tetapi sebuah alat komunikasi sosial yang sangat di butuhkan manusia sebagai mahluk sosial, karena manusia hidup bermasyarakat semua kegiatanya memerlukan bahasa, Komunikasi antar pemakai bahasa dalam bersosialisasi itulah yang dapat menimbulkan kontak bahasa, kontak bahasa menurut para ahli  Mackey (dalam Suwito, 1983:39) memberikan pengertian sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menimbulkan perubahan bahasa yang dimiliki oleh ekabahasawan.
             Penutur yang ekabahasawan menjadi dwibahasawan, yaitu orang yang menguasai satu bahasa menjadi lebih dari satu bahasa. Kontak bahasa menimbulkan kedwi bahasaan  adapun pendapat yang lain mengenai kontak bahasa menurut Suwito (1983:39) pengertian kontak bahasa meliputi segala peristiwa persentuhan antara beberapa bahasa yang berakibat adanya kemungkinan pergantian pemakaian oleh penutur dalam konteks sosialnya. Peristiwa atau gejala semacam itu antara lain nampak dalam ujud kedwibahasaan dan diglosia. Pendapat Suwito ini identik dengan pendapat Kushartanti (2005:58) yang menyatakan bahwa terjadinya kontak bahasa disebabkan adannya kedwibahasaan atau keanekabahasaan. Dapat disimpulkan kontak bahasa adalah persentuhan antara beberapa bahasa yang terjadi oleh sosialisasi individu yang saling berkomunikasi.
             Di atas beberapa kali di sebutkan bahwa kontak bahasa terjadi di karenakan adanya kedwibahasaan, apakah itu kedwibahasaan? Telah diketahui bahwa secara harfiah kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Dibawah ini adalah pendapat-pendapat atau definisi tantang kedwibahasaan oleh para pakar ahlinya. Menurut para pakar kedwibahasaan didefinisikan sebagai berikut:
a.    Robert Lado (1964-214)
             Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana tingkatnya oleh seseorang.
b.   MacKey (1956:155)
             Kedwibahasaan adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa. Merumuskan kedwibahasaan sebagai kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang (the alternative use of two or more languages by the same individual). Perluasan pendapat ini dikemukakan dengan adanya tingkatan kedwibahasaan dilihat dari segi penguasaan unsur gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
c.    Hartman dan Stork (1972:27)
             Kedwibahasaan adalah pemakain dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran.
d.   Bloomfield (1958:56)
             Kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
e.    Haugen (1968:10)
             Kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa. Jika diuraikan secara lebih umum maka pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Mengemukakan kedwibahasaan dengan tahu dua bahasa (knowledge of two languages), cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau understanding without speaking.
f.    Oksaar
             Berpendapat bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus diperlakukan sebagai milik kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat dwibahasawan.
             Seperti yang kita maklumi, bahwa di Indonesia terdapat banyak bahasa. Di samping bahasa Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah, serta dialek-dialeknya, dan bahasa asing. Oleh karena itu kemungkinan terkadinya kontak bahasa itu sangat besar, baik antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Pengaruh-pengaruh yang mengena kepada bahasa Indonesia itu ada yang menguntungkan da nada yang merugikan, baik dipandang dari segi struktur bahasa maupun dipandang dari segi luarnya. Oleh karena itu patutlah kita mempunyai pedoman dalam menghadapi segala pengaruh yang mungkin terjadi akibat kontak bahasa, yang merupakan salah satu bagian dari kontak budaya pada umumnya.
             Dalam masyarakat yang menggunakan lebih dari sebuah bahasa terdapatlah masalah pengajaran bahasa yang berkaitan dengan kedwibahasaan, masalah-masalah tersebut diantara lain adalah:
1. Tentang perencanaan pengajaran bahasa.
2. Tentang kapan bahasa-bahasa itu diajarkan.
3. Masalah pengaruh bahasa pertama dalam mempelajari bahasa kedua.
4. Masalah yang berkenaan dengan pemilihan bahan dan metode mengajar.









BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kedwibahasaan
            Pengertian kedwibahasaan (bilingualism) telah mengalami perkembangan yang semakin luas. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh pembicara asli. Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal ini merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita, yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika. Di Indonesia terdapat banyak bahasa dan dialek. Di samping bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara, terdapat banyak sekali bahasa-bahasa daerah. Perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah itu terutama adalah dalam kedudukan dan fungsinya.
Dalam bagian ini beberapa konsep dasar dalam fenomena pemerolehan bahasa anak, teori-teori pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua serta interferensi atau pengaruh bahasa. Disini juga dijelaskan beberapa kajian terakhir tentang topik-topik terkait permerolehan bahasa anak.
1.      Bahasa pertama
Istilah ‘bahasa pertama ‘first language’ digunakan berbeda-beda. Menurut Bloomfield (1933), bahasa yang pertama dipelajari seseorang dalam berbicara adalah bahasa aslinya. Dalam hal ini, dia adalah penutur asli (native speaker) dari bahasa itu. Gass dan Selingker ( 2001) menjelaskan bahwa native language adalah istilah yang digunakan untuk bahasa yang pertama yang dipelajari anak. Istilah ini juga dikenal sebagai bahasa utama (primary language), bahasa ibu (mother tongue) dan bahasa pertama (first language).
Berdasarkan fungsinya, bahasa pertama juga digunaan untuk mengacu pada bahasa yang paling banyak atau sering digunakan seseorang. Istilah bahasa pertama juga digunakan untuk merujuk pada tingkat penguasaan sesorang terhadap bahasa. Istilah bahasa ibu (mother tongue atau mother language) digunakan juga untuk bahasa yang dipelajari seseorang di rumah (terutama dari orangtua mereka). Berdasarkan defenisi ini, maka anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang dwibahasa (bilingual) memiliki lebih dari dua bahasa ibu. Istilah bahasa pertama didefenisikan sebagai bahasa yang banyak digunakan dirumah oleh seorang anak dengan orangtuanya dan yang diajarkan oleh orangtuanya ketika dia masih kanan-kanak atau ketika dia sudah bisa berbicara.
2.      Bahasa Kedua
Bahasa kedua  adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama. Batasan pemerolehan bahasa kedua sangat bersifat arbiter atau suka-suka. Anak dapat memperoleh dua bahasa secara simultan di masa kanak-kanak, dan walaupun sulit menentukan dengan tepat titik awal dan titik akhir periode pemerolehan bahasa kedua anak, diperkirakan masa itu berkisar antara usia 5 sampai 9 tahun, ketika bahasa utama atau pertama sudah mantap (settled) dan sebelum adanya pengaruh apapun selama masa kritis pemerolehan bahasa anak. Penyederhaan dan kesimpulan yang berlebihan terhadap aturan-aturan bahasa target mempengaruhi kemampuan bahasa kedua anak-anak yang berusia antara 7 sampai 8 tahun. Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia di Minang, perlu dilihat variabel-variabel sosial dan fisikologis manakah yang mungkin berperan mengingat Bahasa Indonesia tidak mewakili bahasa etnik manapun di Indonesia.
Pada bidang ilmu dan teknologi, penggunaan bahasa tulis mempunyai kedudukan yang sangat penting, menurut penggunaanya secara tertulis, bahasa dapat digolongkan menjadi:
1.  Bahasa yang tidak digunakan untuk keperluan penulisan yang normal, yaitu bahasa   yang tidak mempunyai penampilan oleh anggota masyarakatbahasa itu, lisan itu terbatas untuk tujuan tertentu saja, atau digunakan hanya pada kamus, buku tata bahasa, buku pelajaran dan terjemahan kitab suci, tetapi tidak digunakan secara luas dalam masyarakat.
2. Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan yang normal, yaitu bahasa itu digunakan untuk tujuan surat menyurat sehari-hari antar orang-perorangan, atau digunakan dalam majalah populer, surat kabar, dan buku yang bukan terjemahan.
3.Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan penelitian,yang asli dalam ilmu pengetahuan alam yang ditertibkan secara teratur, atau dipergunakan untuk menerbitkan terjemahan dan ikhtisar karya-karya ilmiah yang berasal dari bahasa lain.
              Dalam penggolongan itu bahasa Indonesia sudah biasa digunakan dalam penulisan yang normal, dan dalam penelitian sudah juga dimulai dan sekarang ada dalam pertumbuhannya, mengingat semakin bertambah hasil penelitian yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Penggolongan bahasa menurut penggunaan tertulisnya itu menunjukkan pula bahwa pengembangan bahasa merupakan tanggung jawab semua orang, apa pun juga pekerjaan dan keahliannya. Berdasarkan uraiaan di atas, dapatlah difahami mengapa kedwibahasaan merupakan peristiwa yang nyata dan keharusan bagi kita, dilihat dari keperluan komunikasi, baik komunikasi internal dan internasional, maupun komunikasi ilmu dan teknologi.
B.  Masalah kedwibahasaan
              Seperti yang kita maklumi, bahwa di Indonesia terdapat banyak bahasa. Di samping bahasa Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah, serta dialek-dialeknya, dan bahasa asing. Oleh karena itu kemungkinan terkadinya kontak bahasa itu sangat besar, baik antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Pengaruh-pengaruh yang mengena kepada bahasa Indonesia itu ada yang menguntungkan da nada yang merugikan, baik dipandang dari segi struktur bahasa maupun dipandang dari segi luarnya. Oleh karena itu patutlah kita mempunyai pedoman dalam menghadapi segala pengaruh yang mungkin terjadi akibat kontak bahasa, yang merupakan salah satu bagian dari kontak budaya pada umumnya.
              Dalam masyarakat yang menggunakan lebih dari sebuah bahasa terdapatlah masalah pengajaran bahasa yang berkaitan dengan kedwibahasaan, masalah-masalah tersebut diantara lain adalah:
1. Tentang perencanaan pengajaran bahasa, terdapat beberapa tahapan dalam penyusunannya. Tahapan pertama ini adalah keputusan politis dan ditentukan oleh pemerintah. Tahapan kedua, penentuan tentang apa yang diajarkan dan berapa banyak harus diajarkan ini adalah keputusan linguistik dan sosiolinguistik yang dilakukan oleh para ahli linguistic terapan. Tahapan ketiga tentang bagaimana bahasa itu diajarkan, merupakan keputusan psikolinguistik dan pedagogik,
2. Tentang kapan bahasa-bahasa itu diajarkan. Pengajaran bahasa kedua itu sering dimulai sejak kecil, dengan alas an antara lain bahwa bahasa kedua diperlukan sebagai bahasa pengantar. Timbul masalah, misalnya tentang apakah bahasa pertama dan kedua itu diajarkan serempak, atau bahasa kedua baru diajarkan kemudian. Jika pengajaran bahasa kedua ditunda waktunya, kapan harus mulai diperkenalkan.apakah pelajaran bahasa kedua justru harus dimulai lebih cepat daripada seperti umumnya terjadi dalam sistem pendidikan.
3.Masalah pengaruh bahasa pertama dalam mempelajari bahasa kedua, dalam hal ini pengaruh bahasa daerah dalam waktu mempelajari bahasa Indonesia.kesukaran murid dalam waktu mempelajari bahasa kedua, penyimpangan-penyimpangan pada bidang bunyi bahasa dan tata bahasa yang terjadi pada tuturan murid,banyak yang dapat diterangkan dari segi struktur bahasa,yaitu dengan memperbandingkan struktur bahasa pertama murid dengan struktur bahasa kedua yang dipelajari. Oleh karena itu, bahasa pertama murid patut diperhitungkan  pula dalam penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia. Sesungguhnya, pengaruh itu terjadi juga sebaliknya, yaitu pengaruh bahasa Indonesia pada tuturan murid dalam bahasa daerah.
4.Masalah yang berkenaan dengan pemilihan bahan dan metode mengajar. Bahan yang sudah ditentukan dalam GBPP serta disajikan dalam buku-buku pelajaran, masih juga harus dipilih,disusun, disajikan, diulangdan dinilai oleh guru, dengan mempertimbangkan keadaan murid-muridnya, dan salah satunya adalah kenyataan bahwa murid-murid itu dwibahasawan.

C. Kajian-kajian bahasa minangkabau
            Kajian bahasa minagkabau telah dimulai menjelang tahun 1870 dan masih dilakukan hingga zaman mutakhir, meskipun sering kali terhenti karena berbagai peristiwa atau kekurangan peneliti. Pengkajian itu terutama giat dilakukan pada tiga periode, yaitu:
1.      Periode pertama (1870-1900)
            Salah satu hal pertama yang dipikirkan oleh para peneliti Belanda yang ingin mengkaji bahasa Minangkabau adalah menciptakan sistem transkripsi. Tulisan Arab-Melayu yang digunakan hingga saat itu untuk menulis bahasa Minangkabau terbukti tidak mampu memerikan segala ciri bahasa itu. Misalnya kata dasar Minang diperlakukan seperti kata dasar Melayu, dan kekhasan bahasa Minangkabau tidak diperhatikan. Selama periode pertama penelitian bahasa Minang itu, sebagian besar teks diterbitkan serempak dalam tulisan Arab-Melayu dan dalam transkripsi latin. Setiap penulis memberikan transkripsi sendiri sehingga menimbulkan kontroversi yang hangat, sebagaimana tampak dalam tulisan-tulisan zaman itu, tahun-tahun berikutnya ditandai terutama oleh munculnya penulis yang tetap dianggap sebagai pelopor kajian Minangkabau, yaitu J.L van der Toorn. Mula –mula ia menciptakan transkripsi yang memadai,yang mengakhiri kontroversi di kalangan para peneliti zaman itu, dan digunakan selama beberapa decade di dalam terbitan berbahasa minangkabau.
2.      Periode kedua (1920-1935)
            Tak dapat disangkal lagi bahwa periode ini adalah yang paling produktif. Pertama-tama dengan katalog sejumlah besar naskah minangkabau, yang diterbitkan oleh Ph. S. van Ronkel (supplement-catalogus der Maleisch en Minangkabausce handchriften in de leidsche Universitas Bibliotheek,Leiden,1921). Naskah –naskah yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden itu memberikan contoh yang cukup beragam dari kesusastraan Minangkabau. Isinya terutama : kaba (legenda dalam prosa berirama), dongeng untuk anak, peribahasa, lagu untuk rakyat, teka-teki, pantun, dan pidato tradisional. Beberapa naskah dari koleksi itu telah diterbitkan, khususnya Malim Diman, Tjindoer Mato, Soetan Bagindo, Nan Toengga, Namun sebagian besar belum mendapat perhatian. Karena jumlahnya, keragaman isinya, dan keragaman tempat asal teks tersebut maka naskah koleksi itu merupakan sebuah alat terpenting yang diharapkan pada suatu hari dapat digunakan oleh para peneliti sebagai dasar sebuah kajian yang lebih mendalam mengenai bahasa Minagkabau.
3.      Periode ketiga (1955-1980)
            Setelah disela oleh Perang Dunia dan Perang Kemerdekaan Indonesia, kajian Minangkabau dimulai lagi menjelang Tahun 1955, dengan angkatan peneliti baru. Disayangkan bahwa para peneliti Belanda, yang telah memberikan sedemikian banyak sumbangan pada penelitian Minang selama masa penjajahan, tidak berperan serta. Kajian-kajian pertama yang terbit setelah kemerdekaan Indonesia terutama skripsi dan disertasi. Pada masa ini kesusastraan Minangkabau menjadi sangat popular. Semua penerbit setempatmencetak kmbali karya-karya klasik atau menerbitkan karya yang belum pernah terbit. Sebuah “ Seminar tentang sejarah dan budaya Minangkabau” menghimpun tokoh-tokoh intelektual bidang Minang, di batusangkar pada tahun 1970. Pada kesempatan itu para pakar adat dan generasi muda  peneliti pribumi bersidang dengan bersemangat sehingga menimbulkan semangat baru dalam kajian Minangkabau.
D. Dialek-dialek Minangkabau
            Sejak abad yang lalu, seua linguis yang ingin mengkaji bahasa minangkabau terbentur pada kesulitan utama ini, yaitu tidak adanya model tunggal untuk bahasa tersebut. Dapat dipahami cukup serunya perdebatan yang terjadi tatkala para peneliti pertama belanda membahas masalah transkripsi bahasa minangkabau. Jumlah dan variasi dialek minang jelas tidak luput dari perhatian para pakar zaman itu.
            Sejak tahun 1872, Profesor J. Pijnappel mengakui adanya beberapa dialek, seperti dialek-dialek Rao di Tanah Datar dan dialek-dialek agama. Menurutnya, model yang paling mewakili bahasa minang adalah dialek Tanah Datar, demikian pula halnya buku-buku ajar sekolah yang diterbitkan di bawah pengawasan Emies dari tahun 1930 hingga tahun 1935, menampilkan suatu bahasa majemuk yang menghilangkan kosakata dan langgam yang terlalu khas dari suatu wilayah, Misalnya diajarkan acuan persona: inyo “ dia”, terutama yang lazim digunakan di daerah padang. Teks berbahasa Minang yang banyak diterbitkan terutama sejak tahun 20-an, mencerminkan keinginan untuk menampilkan satu bahasa yang dapat dipahami oleh kebanyakan penutur minang. Meskipun demikian, sering kali para penulisnya tidak berhasil melepaskan diri dari bahasa percakapan kampungnya, khususnya di dalam teks-teks yang dihasilkan di Payakumbuh.
            Meskipun demikian sejak beberapa tahun yang lalu telah dilakukan upaya pengkajian dialek-dialek Minangkabau secara sistematis, di samping itu telah dapat dibadakan pula tiga dialek, dengan memperhatikan realisasi vokal pertama dalam kata dasar eperti KV-KV atau KV-KVK. Di bagian barat ranah Minangkabau, V direalisasi sebagai /a/ dan di bagian timur sebagai /o/, Misalnya tabu ‘tebu’ dapat dilafalkan /tabu/, /tobu/, sesuai dengan daerahnya. Di daerah sepeerti ranah Minangkabau, yang memiliki demikian banyak dialek yang masih perlu diinventarisasikan, kita selalu mendapat kesulitan untuk memilih model yang akan dideskripsikan.
             Meskipun demikian ternyata di ranah itu salah satu dialek lebih diutamakan penggunaannya dalam komunikasi antar penutur, yaitu dialek padang. Dialek padang yang pada mulanya digunakan oleh penduduk padang, sebenarnya telah menjadi bahasa pengantar di daerah Minangkabau. Sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi, dialek padang telah mendapat tempat yang utama dan sekarang diakui sebagai dialek “prestise”,yang digunakan dalam komunikasi di antara anggota masyarakat Minangkabau. Pentingnya dialek padang dan penggunaannya sebagai bahasa pengantar di Ranah inangkabau, tidak luput dari perhatian para pakar,khususnya Muhardi dan Syamsir Arifin. Bagi Muhardi, dialek padang adalah satu-satunya yang dapat dipahami oleh semua penutur Minang, baik yang tinggal di Ranah Minang maupun yang di perantauan. Ia mengamati khususnya bahwa manakala dua orang berjumpa, yang masing-masing menjadi penutur dialek tertentu, mereka tidak berani menggunakan bahasa kampungnya yang mereka anggap secara benar atau keliru sebagai bahasa selingkung. Jadi, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa percakapan padang.
            Bagi penulis tersebut, dialek padang di samping memiliki ciri khas, diperkaya juga dengan sekian banyak kosakata baru yang di bawa oleh orang-orang desa yang dating menetap di kota. Baginya, dialek padang yang telah mengambil manfaat dari dialek-dialek lainnya dan yang juga memiliki prestise tertentu sebagai bahasa ibukota daerah, ternya merupakan satu-satunya yang mampu berpretensi berstatus bahasa bersama. Bahasa percakapan padang yang kini memang memiliki status bahasa supralokal itulah yang akan kami deskripsikan. Setelah menggunakan bahasa itu selama lima tahun, kami mendapati bahwa bahasa padang terbukti merupakan alat komunikasi ideal bukan saja di kota-kota melainkan juga di desa-desa terpencil yang perbedaan di antara dialeknya lebih besar.
E.   Penggunaan bahasa Minangkabau
            Perilaku berbahasa orang-orang Minangkabau berbeda-beda tergantung pada bahasa pertamanya, ranah penggunaan, konteks pemakaian, usia, dan jenis kelamin. Diantara lainnya adalah:
1. Penggunaan bahasa di ranah keluarga/rumah
            Anak-anak yang bahasa pertamanya Bahasa Minangkabau, menggunakan Bahasa Minangkabau sebagai bahasa sehari-hari dengan orangtua mereka, kakak, adik serta anggota keluarga lainnya seperti nenek, kakek, Om dan Tante. Anak-anak yang bahasa pertamanya Bahasa Indonesia, menggunakan Bahasa Indonesia  dengan orangtua mereka, kakak/adik, Om dan Tante, tetapi menggunakan Bahasa Minangkabau  dengan nenek atau kakek yang tidak bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia.
2. Penggunaan bahasa di lingkungan/tetangga
            Anak-anak yang bahasa pertama mereka adalah Bahasa Minangkabau menggunakan bahasa berdasarkan pada siapa lawan bicara. Mereka menggunakan Bahasa Minangkabau dengan anak-anak yang menggunakan Bahasa Minangkabu  sehari-hari di rumah, dan menggunakan Bahasa Indonesia  dengan anak-anak  yang menggunakan Bahasa Indonesia  di rumahnya.
            Perilaku berbahasa anak-anak di lingkungan tempat tinggal juga berbeda; anak-anak dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia  menggunakan Bahasa Indonesia  dengan teman-teman laki-laki maupun teman-teman perempuan, orang dewasa dan orang tua yang mereka kenal. Anak-anak denga bahasa pertama Bahasa Minangkabau menggunakan  Bahasa Minangkabau  dengan semua orang dewasa di lingkungannnya, dan teman-teman yang berbahasa Bahasa Minangkabau sehari-harinya, tetapi menggunakan Bahasa Indonesia  dengan anak-anak dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia.
            Terdapat perilaku yang berbeda antara anak laki-laki dengan anak perempuan; anak-anak perempuan menggunakan Bahasa Indonesia  secara konsisten dengan teman laki-laki dan perempuan sementara anak laki-laki menggunakan Bahasa Indonesia  hanya dengan teman perempuan yang bahasa pertamanya adalah Bahasa Indonesia. Dengan sesama teman laki-laki, mereka selalu menggunakan  Bahasa Minangkabau  walaupun teman laki-laki itu di rumah menggunakan Bahasa Indonesia.
3. Penggunaaan bahasa di sekolah
            Penggunaan bahasa oleh anak-anak perempuan di sekolah tergantung pada konteks, yaitu lawan bicara, topik, waktu dan tempat. Anak yang bahasa pertamanya Bahasa Minangkabau, menggunakan Bahasa Indonesia  dengan teman-teman perempuan yang belum dikenal atau yang belum akrab tetapi menggunakan Bahasa Minangkabau  dengan teman-teman yang sudah sangat akrab. Anak-anak perempuan yang bahasa pertamanya Bahasa Indonesia  menggunakan Bahasa Indonesia  dengan semua teman perempuan dan laki-laki baik belum kenal maupun sudah kenal dan akrab. Mereka beralih ke Bahasa Minangkabau  kalau sedang bercanda atau marah.
Penggunaan bahasa oleh anak laki-laki tergantung pada lawan bicara; mereka cenderung memakai  Bahasa Indonesia  dengan teman perempuan untuk menunjukkan kesopanan (politeness) dan respek (respect). Mereka menggunakan Bahasa Minangkabau  dengan teman laki-laki untuk menghindari jarak sosial (social distance) dan menjalin kedekatan (closeness). Perilaku berbahasa anak di sekolah tampaknya juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan sekolah. Anak-anak SMP 1, cenderung menggunakan Bahasa Indonesia  di sekolah dibandingkan dengan siswa SMP 8. Barangkali hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan juga prestise dan image sekolah masing-masing.
4. Penggunaan bahasa di tempat umum
            Perilaku anak-anak di tempat umum berbeda tergantung pada lawan bicara dan tempat. Anak-anak perempuan dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia  berbicara dengan perempuan dan laki-laki di tempat umum seperti pelayan toko di pasar-pasar swalayan tanpa mempertimbangkan apakah pelayan toko itu memakai Bahasa Indonesia atau Bahasa Minangkabau. Sebaliknya, anak-anak laki-laki menggunakan Bahasa Minangkabau pada kontak pertama dengan pelayan toko dan pindah ke Bahasa Indonesia kalau pelayan toko menggunakan Bahasa Indonesia. Anak-anak laki-laki menggunakan Bahasa Minangkabau  bila berbicara dengan orang dewasa di tempat umum, tetapi anak perempuan melihat pada siapa lawan bicaranya. Namun, semua anak-anak mengaku menggunakan  Bahasa Minangkabau  kalau berbicara pada pedagang di warung-warung dan pasar-pasar tradisional dan sopir angkutan umum.


F.   Faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan BI lisan dan tulis anak-anak Minang.
           Meskipun perilaku berbahasa anak-anak Minang berbeda berdasarkan gender, tetapi hasil uji statistik menunjukan bahwa perilaku tersebut tidak berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulisan anak. Dari analisis hasil uji statistik diatas, tidak bisa dijelaskan apakah ada hubungan langsung antara perilaku berbahasa anak laki-laki dan anak perempuan dengan kemampuan bahasa Indonesia lisan dan tulis mereka. Diperlukan sebuah penelitian lebih mendalam untuk dapat melihat hubungan ini dan menemukan faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap fenomena ini.
           Dari hasil uji perbandingan berganda, dipereoleh hasil bahwa kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulis anak-anak Minangkabau tidak berbeda berdasarkan usia.   Fenomena ini mungkin dapat dijelaskan dari sudut masa pemerolehan bahasa pertama  dan  bahasa kedua disini anak-anak yang diteliti telah melalui masa kritis pemerolehan bahasa pertama mereka dan sama-sama telah mengenal atau mempelajarai bahasa kedua mereka.  Meskipun sikap bahasa anak-anak berbeda berdasarkan gender dan usia, dari hasil penelitian ini belum dapat dijelaskan apakah ada hubungan yang positif antara sikap bahasa dengan kemampuan bahasa Indonesia anak. Diperlukan sebuah penelitian yang khusus untuk melihat hubungan antara sikap bahasa dan kemampuan bahasa Indonesia anak.




BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah menggunakan metode  Kualitatif. bersifat kualitatif merupakan suatu cara analisis yang cenderung menggunakan kata-kata atau pernyataan untuk menjelaskan fenomena ataupun data yang didapatkan. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan karua tulis ilmiah  ini menggunakan cara Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen. Studi Pustaka (Library Researh) yaitu dengan mengadakan pemahaman terhadap bahan-bahan yang tertuang dalam buku-buku pustaka yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
A.  Metode pengumpulan data
              Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Billiographic Research) yaitu; cara menelaah dan menganalisa  literatur – literatur  yang ada kemudian hasil- hasilnya di catat dan dikualifikasi menurut kerangka yang sudah direncanakan metode pengumpulan data yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah:
1.Studi ke pustakaan
Studi ke pustakaan adalah penelitian dengan mempelajari buku-buku, bacaan-bacaan lain  yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang ada dalam suatu penelitian.
B.   Rancangan penelitian
            Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan sebulum dilaksanakan. Kegiatan merencanakan ini sangat berkaitan erat dengan komponen-komponen penelitian yang diperlukan. Penelitian dirancang dan diarahkan untuk memecahkan masalah tertentu yang berupa jawaban masalah atau dapat menentukan hubungan antara variabel-variabel-variabel penelitian tersebut.
C.    Tekhnik analisis data
            Data yang diperoleh atau terkumpul, belum bisa dijadikan gambaran    landasan dari obyek yang sebenarnya, maka sebagai tindak lanjut adalah analisis data.
Secara garis besar, pekerjaan analisis ada empat langkah, yaitu:
a.  Editing, yaitu pemeriksaan kembali semua instrument penelitian yang telah diisi oleh responden.
b. Cooding, yaitu kegiatan memberi kode pada pertanyaan-pertanyaan atau tes yang terdapat dalam instrument penelitian.
c.  Tabulasi yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan sesuai dengan  jenis variabel dan item-item pertanyaan yang telah diberi kode. Tabulasi ini dilakukan setelah kita mengumpulkan data dan memberinya kode.










BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun resesif oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Dalam masyarakat indonesia khususnya Sumatra Barat masyarakat umumnya menggunakan bahasa indonesia dan bahasa Minangkabau, hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat Sumatra  Barat merupakan masyarakat dwibahasawan meminjam  pengertian dari Oksaar. Bahasa Minangkabau , merupakan salah satu bahasa ibu yang jumlah pemakainya kedua terbanyak di indonesia. Dari hasil uji statistik terhadap data-data yang dikumpulkan di lapangan tampak bahwa bahasa pertama mempengaruhi bahasa tulisan anak-anak  Minang dalam hal gaya bahasa  dan susunan kalimat. Sementara bahasa lisan tidak dipengaruhi oleh bahasa pertama anak-anak. Perilaku berbahasa anak yang berbeda berdasarkan gender tidak mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulis anak-anak. Perbedaan dalam hal usia juga tidak menentukan kemampuan anak dalam Bahasa Indonesia tulis dan lisan. Namun, tidak bisa ditelusuri dalam penelitian ini apakah sikap bahasa anak berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa indonesia lisan dan tulis mereka.




B.   Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan tersebut maka dikemukakan saran sebagai berikut:
a.  Bahasa yang telah ada pada masyarakat telah menjadi kebudayaan, Kita sebagai generasi bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sudah seharusnya menjaga Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah itu sendiri, agar tetap dilestarikan.
b. Perolehan bahasa kedua  (bahasa Indonesia)  merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak dan mempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia.
c.  Disarankan kepada mahasiswa, pendidik atau pemerhati pemerolehan dan perkembangan bahasa untuk melakukan penelitian serupa dengan waktu dan subjek atau populasi penelitian yang cukup.










DAFTAR PUSTAKA

Dr. Yus Rusyana.1984. Bahasa dan sastra.Bandung: CV.Diponegoro Jakarta.
Drs. Abdul Chaer.2002. Pengantar sistematik bahasa Indonesia. Jakarta:Rieneka Cipta.
Rahayu S. Hidayat.1998. Tata Bahasa Minangkabau. Jakarta: Kepustakaan
 popular gramedia.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa langkah Awal memahami Linguistik. Jakarta : PT. Sun Printing.
Suwito. 1993. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.
Wardani Griya.(2011). Kontak Bahasa Dan Kedwibahasaan. Tersedia :
                                 http://griyawardani.wordpress.com/ [3 Mei 2012]
Hidayatullah,Arief(2009). Pengertian Bilingualism/Kedwibahasaan. Tersedia:
                              http://16arief.wordpress.com/   [3 Mei 2012]

0 komentar on "KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU"

Posting Komentar

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang  “PENGARUH  KEDWIBAHASAAN PADA ANAK – ANAK MINANGKABAU” karya tulis ini berisi beberapa informasi tentang pengaruh bahasa pertama pada anak pada usia dini dan mengupas segala informasi yang berhubungan dengan kebahasaan teutama bahsa yang kita gunakan setiap hari serta untuk meningkatkan informasi kepada para pembaca.
Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk menyumbangkan pemikiran kami atas kurangnya pengetahuan tentang kebahasaan pada masyarakat kita. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut serta berperan dalam penyusunan karya ilmiah ini dari awala sampai akhir.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai peningkatan hasil belajar kami. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Surabaya, 12 juni 2012


Nurul Hudaifah Rahmatika

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR        
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.  Rumusan Masalah
C.  Tujuan Penelitian
D. Manfaat penelitian
BAB II  LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kedwibahasaan
B.  Macam-macam Definisi kedwibahasaan
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Kedwibahasaan
B.  Masalah kedwibahasaan
C.  Kajian-kajian bahasa minangkabau
D. Dialek-dialek Minangkabau
E.  Penggunaan bahasa Minangkabau
F.   Faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia  lisan dan tulis anak-anak Minang


BAB IV METODE PENELITIAN
A.    Metode pengumpulan data
B.     Rancangan penelitian
 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B.  Saran
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah
Dwibahasa (bilingualism) terdapat hampir di seluruh dunia, dalam semua kelas sosial dan semua kelompok umur. Kebanyakan anak-anak di dunia belajar untuk bicara dua bahasa dan hanya sekitar 1/4 saja dari anak-anak yang punya akses untuk berinteraksi dengan lingkungan dwibahasa yang tidak menjadi dwibahasa.
Masyarakat Sumatra Barat, sebagaimana umumnya masyarakat bahasa lain di Indonesia, adalah masyarakat dwibahasa. Paling tidak bilingual pasif. Mereka bisa berbahasa Minang  dan juga Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Anak-anak  Minangkabau  pada umumnya juga adalah dwibahasa. Status bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, akses anak-anak terhadap literasi, Serta penggunaan bahasa dalam keluarga dan lingkungan adalah faktor yang paling mungkin menyebabkan mereka menjadi dwibahasa. Bagi anak-anak yang bahasa pertamanya adalah bahasa ibu mereka, yaitu bahasa Minang, bahasa Indonesia merupakan bahasa ke dua. Mereka umumnya diperkenalkan pada bahasa Indonsia di sekolah, pada usia antara 5-7 tahun, baik sebagai bahasa pengantar pendidikan maupun sebagai sebuah mata pelajaran. Bagi anak-anak Minangkabau  yang bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia, bahasa Minang merupakan bahasa ke dua mereka. Mereka biasanya diperkenalkan pada bahasa Indonesia oleh orangtua mereka (pengasuh) dan belajar berbicara dalam bahasa Minang  dari lingkungan sehari-hari di rumah dari anggota keluarga luas dan lingkungan seperti teman dan tetangga.

Oleh karena anak-anak Minangkabau berada dalam komunitas masyarakat yang berbahasa Minang, diperkirakan anak-anak Minangkabau yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia, setidaknya paham dengan bahasa Minang Lingkungan linguistik yang kaya dan bersifat mendukung akan mendorong perkembangan bahasa anak.

B.  Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kedwibahasaan?
2. Bagaimana masalah kedwibahasaan dalam masyarakat indonesia?
3. Apa saja kajian-kajian mengenai bahasa minangkabau?
4. Apa saja dialek-dialek bahasa minangkabau?
5. Bagaimana penggunaan bahasa minangkabau?
6. Apa faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia  lisan dan tulis   anak-anak Minang?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih dalam tentang pengaruh kedwibahasaan pada anak – anak minangkabau dalam pndidikan. Selain iti memberikan penjelasan tentang masalah kedwibahasaan dalam masyarakat minangkabau. Adapun membahas tentang kajian-kajian yang bersangkutan mengenai bahasa minangkabau. Dan memberikan contoh apa saja dialek-dialek dalam bahasa minangkabau. Dan yang terakhir bertujuan untuk menjelaskan bagaimana penggunaan bahasa anak-anak minangkabau.

D.  Manfaat  Penelitian
Sangat diharapkan bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh kalangan pihak. Adapun Manfaat ditulisnya karya ilmiah ini diantara lain adalah sebagai berikut :
1.      Bagi para mahasiswa, diharapkan penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan tentang bagaimana sesungguhnya pengaruh kedwibahasaa pada  anak-anak Minangkabau danbagaimana cara mereka memperoleh atau belajar bahasa.
2.      Bagi guru-guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat secara umum untuk  digunakan sebagai bahan dalam meningkatkan mutu belajar siswa didiknya, sehingga dengan adanya pemahaman yang baik mengenai hal itu diharapkan akan memudahkan untuk menciptakan suasana pembelajaran bahasa Indonesia yang baik.
3.      Karya tulis ilmiah ini dapat pula digunakan sebagai sumber referensi untuk penelitian yang lebih lanjut dan mendalam.








BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Kedwibahasaan
            Bahasa Indonesia pada saat ini dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan perbendaharaan kata, sehingga wajar apabila bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur bahasa daerah, karena bahasa Indonesia belum cukup mempunyai konsep dan tanda yang dapat mewakili pengertian yang lengkap. Pengaruh  unsur bahasa Madura tersebut dapat memperkaya kosa kata bahasa Indonesia.
Kedwibahasaan timbul akibat adanya kontak bahasa ini sesuai dengan pendapat Weinreich (dalam Suwito, 1983:39) yang menyatakan bahwa kontak bahasa terjadi apabila dua bahasa atau lebih dipakai secara bergantian, sehingga mengakibatkan terjadinya tranfer yaitu pemindahan atau peminjaman unsur dari bahasa satu ke bahasa lain, sehingga dapat menimbulkan kedwibahasaan. Kedwibahasaan berkaitan dengan kontak bahasa karena kedwibahasaan merupakan pemakaian dua bahasa yang dilakukan oleh penutur secara bergantian dalam melakukan kontak sosial.
           Dalam hal kedwibahasaan, dwibahasawan tidak harus menguasai dua bahasa secara aktif, tetapi dapat pula secara pasif. Penggunaan secara aktif dalam arti menggunakan dua bahasa yang sama baiknya, sedangkan secara pasif apabila dia cukup mampu memahami apa yang dituturkan atau ditulis dalam bahasa kedua.
Jenis kedwibahasaan berdasarkan tingkat pendidikannya menurut Samsuri (1994:55) ada dua macam, sebagai berikut:

a.       Kedwibahasaan sejajar, yaitu kedwibahasaan yang dipakai oleh pemakai yang terpelajar dan mempunyai penguasaan yang sama terhadap kedua bahasa. Penutur dapat menggunakan secara bergantian tanpa menimbulkan dislokasi;
b.      Kedwibahasaan bawaan, kedwibahasaan yang dipakai oleh pemakai yang kurang terpelajar. Semakin kurang terpelajarnya semakin besar pengaruh bahasa pertama atau bahasa ibunya.
Orang yang belajar menyatakan diri dalam dua bahasa ialah apabila penguasaan bahasa yang satu tidak bergantung kepada yang lain dan tidak meminta bantuan pada orang lain. Kejadian semacam ini hanya dipakai pada orang-orang yang belajar bahasa dalam situasi yang berlainan, misalnya di rumah dengan orang tua, sedangkan di luar rumah dengan orang teman-temannya. Seberapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan kedua bahasa itu.
            Pengertian kedwibahasaan (bilingualism) telah mengalami perkembangan yang semakin luas. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh pembicara asli. Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal ini merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita, yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika. Di Indonesia terdapat banyak bahasa dan dialek. Di samping bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara, terdapat banyak sekali bahasa-bahasa daerah. Perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah itu terutama adalah dalam kedudukan dan fungsinya. Pada bidang ilmu dan teknologi, penggunaan bahasa tulis mempunyai kedudukan yang sangat penting, menurut penggunaanya secara tertulis, bahasa dapat digolongkan menjadi:
1.   Bahasa yang tidak digunakan untuk keperluan penulisan yang normal.
2.   Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan yang normal.
3.   Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan penelitian.
B.   Macam-macam definisi kedwibahasaan
             Ketika kita berbicara dengan seorang preman pasar akan berbeda rasanya ketika kita berbicara dengan seorang dosen bahasa indonesia, bahasa merupakan cerminan kepribadiaan seseorang jika kita melihat air yang dikeluarkan dari sebuah teko, kejernihan dan kekotoran air itu menunjukan kualitas teko. Begitulah bahasa menurut para pakar psikolinguistik,
             Sebenarnya bahasa tidak hanya mencerminkan kepribadian  akan tetapi sebuah alat komunikasi sosial yang sangat di butuhkan manusia sebagai mahluk sosial, karena manusia hidup bermasyarakat semua kegiatanya memerlukan bahasa, Komunikasi antar pemakai bahasa dalam bersosialisasi itulah yang dapat menimbulkan kontak bahasa, kontak bahasa menurut para ahli  Mackey (dalam Suwito, 1983:39) memberikan pengertian sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menimbulkan perubahan bahasa yang dimiliki oleh ekabahasawan.
             Penutur yang ekabahasawan menjadi dwibahasawan, yaitu orang yang menguasai satu bahasa menjadi lebih dari satu bahasa. Kontak bahasa menimbulkan kedwi bahasaan  adapun pendapat yang lain mengenai kontak bahasa menurut Suwito (1983:39) pengertian kontak bahasa meliputi segala peristiwa persentuhan antara beberapa bahasa yang berakibat adanya kemungkinan pergantian pemakaian oleh penutur dalam konteks sosialnya. Peristiwa atau gejala semacam itu antara lain nampak dalam ujud kedwibahasaan dan diglosia. Pendapat Suwito ini identik dengan pendapat Kushartanti (2005:58) yang menyatakan bahwa terjadinya kontak bahasa disebabkan adannya kedwibahasaan atau keanekabahasaan. Dapat disimpulkan kontak bahasa adalah persentuhan antara beberapa bahasa yang terjadi oleh sosialisasi individu yang saling berkomunikasi.
             Di atas beberapa kali di sebutkan bahwa kontak bahasa terjadi di karenakan adanya kedwibahasaan, apakah itu kedwibahasaan? Telah diketahui bahwa secara harfiah kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Dibawah ini adalah pendapat-pendapat atau definisi tantang kedwibahasaan oleh para pakar ahlinya. Menurut para pakar kedwibahasaan didefinisikan sebagai berikut:
a.    Robert Lado (1964-214)
             Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana tingkatnya oleh seseorang.
b.   MacKey (1956:155)
             Kedwibahasaan adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa. Merumuskan kedwibahasaan sebagai kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang (the alternative use of two or more languages by the same individual). Perluasan pendapat ini dikemukakan dengan adanya tingkatan kedwibahasaan dilihat dari segi penguasaan unsur gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
c.    Hartman dan Stork (1972:27)
             Kedwibahasaan adalah pemakain dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran.
d.   Bloomfield (1958:56)
             Kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
e.    Haugen (1968:10)
             Kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa. Jika diuraikan secara lebih umum maka pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Mengemukakan kedwibahasaan dengan tahu dua bahasa (knowledge of two languages), cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau understanding without speaking.
f.    Oksaar
             Berpendapat bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus diperlakukan sebagai milik kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat dwibahasawan.
             Seperti yang kita maklumi, bahwa di Indonesia terdapat banyak bahasa. Di samping bahasa Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah, serta dialek-dialeknya, dan bahasa asing. Oleh karena itu kemungkinan terkadinya kontak bahasa itu sangat besar, baik antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Pengaruh-pengaruh yang mengena kepada bahasa Indonesia itu ada yang menguntungkan da nada yang merugikan, baik dipandang dari segi struktur bahasa maupun dipandang dari segi luarnya. Oleh karena itu patutlah kita mempunyai pedoman dalam menghadapi segala pengaruh yang mungkin terjadi akibat kontak bahasa, yang merupakan salah satu bagian dari kontak budaya pada umumnya.
             Dalam masyarakat yang menggunakan lebih dari sebuah bahasa terdapatlah masalah pengajaran bahasa yang berkaitan dengan kedwibahasaan, masalah-masalah tersebut diantara lain adalah:
1. Tentang perencanaan pengajaran bahasa.
2. Tentang kapan bahasa-bahasa itu diajarkan.
3. Masalah pengaruh bahasa pertama dalam mempelajari bahasa kedua.
4. Masalah yang berkenaan dengan pemilihan bahan dan metode mengajar.









BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kedwibahasaan
            Pengertian kedwibahasaan (bilingualism) telah mengalami perkembangan yang semakin luas. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh pembicara asli. Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal ini merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita, yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika. Di Indonesia terdapat banyak bahasa dan dialek. Di samping bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara, terdapat banyak sekali bahasa-bahasa daerah. Perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah itu terutama adalah dalam kedudukan dan fungsinya.
Dalam bagian ini beberapa konsep dasar dalam fenomena pemerolehan bahasa anak, teori-teori pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua serta interferensi atau pengaruh bahasa. Disini juga dijelaskan beberapa kajian terakhir tentang topik-topik terkait permerolehan bahasa anak.
1.      Bahasa pertama
Istilah ‘bahasa pertama ‘first language’ digunakan berbeda-beda. Menurut Bloomfield (1933), bahasa yang pertama dipelajari seseorang dalam berbicara adalah bahasa aslinya. Dalam hal ini, dia adalah penutur asli (native speaker) dari bahasa itu. Gass dan Selingker ( 2001) menjelaskan bahwa native language adalah istilah yang digunakan untuk bahasa yang pertama yang dipelajari anak. Istilah ini juga dikenal sebagai bahasa utama (primary language), bahasa ibu (mother tongue) dan bahasa pertama (first language).
Berdasarkan fungsinya, bahasa pertama juga digunaan untuk mengacu pada bahasa yang paling banyak atau sering digunakan seseorang. Istilah bahasa pertama juga digunakan untuk merujuk pada tingkat penguasaan sesorang terhadap bahasa. Istilah bahasa ibu (mother tongue atau mother language) digunakan juga untuk bahasa yang dipelajari seseorang di rumah (terutama dari orangtua mereka). Berdasarkan defenisi ini, maka anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang dwibahasa (bilingual) memiliki lebih dari dua bahasa ibu. Istilah bahasa pertama didefenisikan sebagai bahasa yang banyak digunakan dirumah oleh seorang anak dengan orangtuanya dan yang diajarkan oleh orangtuanya ketika dia masih kanan-kanak atau ketika dia sudah bisa berbicara.
2.      Bahasa Kedua
Bahasa kedua  adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama. Batasan pemerolehan bahasa kedua sangat bersifat arbiter atau suka-suka. Anak dapat memperoleh dua bahasa secara simultan di masa kanak-kanak, dan walaupun sulit menentukan dengan tepat titik awal dan titik akhir periode pemerolehan bahasa kedua anak, diperkirakan masa itu berkisar antara usia 5 sampai 9 tahun, ketika bahasa utama atau pertama sudah mantap (settled) dan sebelum adanya pengaruh apapun selama masa kritis pemerolehan bahasa anak. Penyederhaan dan kesimpulan yang berlebihan terhadap aturan-aturan bahasa target mempengaruhi kemampuan bahasa kedua anak-anak yang berusia antara 7 sampai 8 tahun. Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia di Minang, perlu dilihat variabel-variabel sosial dan fisikologis manakah yang mungkin berperan mengingat Bahasa Indonesia tidak mewakili bahasa etnik manapun di Indonesia.
Pada bidang ilmu dan teknologi, penggunaan bahasa tulis mempunyai kedudukan yang sangat penting, menurut penggunaanya secara tertulis, bahasa dapat digolongkan menjadi:
1.  Bahasa yang tidak digunakan untuk keperluan penulisan yang normal, yaitu bahasa   yang tidak mempunyai penampilan oleh anggota masyarakatbahasa itu, lisan itu terbatas untuk tujuan tertentu saja, atau digunakan hanya pada kamus, buku tata bahasa, buku pelajaran dan terjemahan kitab suci, tetapi tidak digunakan secara luas dalam masyarakat.
2. Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan yang normal, yaitu bahasa itu digunakan untuk tujuan surat menyurat sehari-hari antar orang-perorangan, atau digunakan dalam majalah populer, surat kabar, dan buku yang bukan terjemahan.
3.Bahasa yang digunakan untuk keperluan penulisan penelitian,yang asli dalam ilmu pengetahuan alam yang ditertibkan secara teratur, atau dipergunakan untuk menerbitkan terjemahan dan ikhtisar karya-karya ilmiah yang berasal dari bahasa lain.
              Dalam penggolongan itu bahasa Indonesia sudah biasa digunakan dalam penulisan yang normal, dan dalam penelitian sudah juga dimulai dan sekarang ada dalam pertumbuhannya, mengingat semakin bertambah hasil penelitian yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Penggolongan bahasa menurut penggunaan tertulisnya itu menunjukkan pula bahwa pengembangan bahasa merupakan tanggung jawab semua orang, apa pun juga pekerjaan dan keahliannya. Berdasarkan uraiaan di atas, dapatlah difahami mengapa kedwibahasaan merupakan peristiwa yang nyata dan keharusan bagi kita, dilihat dari keperluan komunikasi, baik komunikasi internal dan internasional, maupun komunikasi ilmu dan teknologi.
B.  Masalah kedwibahasaan
              Seperti yang kita maklumi, bahwa di Indonesia terdapat banyak bahasa. Di samping bahasa Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah, serta dialek-dialeknya, dan bahasa asing. Oleh karena itu kemungkinan terkadinya kontak bahasa itu sangat besar, baik antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Pengaruh-pengaruh yang mengena kepada bahasa Indonesia itu ada yang menguntungkan da nada yang merugikan, baik dipandang dari segi struktur bahasa maupun dipandang dari segi luarnya. Oleh karena itu patutlah kita mempunyai pedoman dalam menghadapi segala pengaruh yang mungkin terjadi akibat kontak bahasa, yang merupakan salah satu bagian dari kontak budaya pada umumnya.
              Dalam masyarakat yang menggunakan lebih dari sebuah bahasa terdapatlah masalah pengajaran bahasa yang berkaitan dengan kedwibahasaan, masalah-masalah tersebut diantara lain adalah:
1. Tentang perencanaan pengajaran bahasa, terdapat beberapa tahapan dalam penyusunannya. Tahapan pertama ini adalah keputusan politis dan ditentukan oleh pemerintah. Tahapan kedua, penentuan tentang apa yang diajarkan dan berapa banyak harus diajarkan ini adalah keputusan linguistik dan sosiolinguistik yang dilakukan oleh para ahli linguistic terapan. Tahapan ketiga tentang bagaimana bahasa itu diajarkan, merupakan keputusan psikolinguistik dan pedagogik,
2. Tentang kapan bahasa-bahasa itu diajarkan. Pengajaran bahasa kedua itu sering dimulai sejak kecil, dengan alas an antara lain bahwa bahasa kedua diperlukan sebagai bahasa pengantar. Timbul masalah, misalnya tentang apakah bahasa pertama dan kedua itu diajarkan serempak, atau bahasa kedua baru diajarkan kemudian. Jika pengajaran bahasa kedua ditunda waktunya, kapan harus mulai diperkenalkan.apakah pelajaran bahasa kedua justru harus dimulai lebih cepat daripada seperti umumnya terjadi dalam sistem pendidikan.
3.Masalah pengaruh bahasa pertama dalam mempelajari bahasa kedua, dalam hal ini pengaruh bahasa daerah dalam waktu mempelajari bahasa Indonesia.kesukaran murid dalam waktu mempelajari bahasa kedua, penyimpangan-penyimpangan pada bidang bunyi bahasa dan tata bahasa yang terjadi pada tuturan murid,banyak yang dapat diterangkan dari segi struktur bahasa,yaitu dengan memperbandingkan struktur bahasa pertama murid dengan struktur bahasa kedua yang dipelajari. Oleh karena itu, bahasa pertama murid patut diperhitungkan  pula dalam penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia. Sesungguhnya, pengaruh itu terjadi juga sebaliknya, yaitu pengaruh bahasa Indonesia pada tuturan murid dalam bahasa daerah.
4.Masalah yang berkenaan dengan pemilihan bahan dan metode mengajar. Bahan yang sudah ditentukan dalam GBPP serta disajikan dalam buku-buku pelajaran, masih juga harus dipilih,disusun, disajikan, diulangdan dinilai oleh guru, dengan mempertimbangkan keadaan murid-muridnya, dan salah satunya adalah kenyataan bahwa murid-murid itu dwibahasawan.

C. Kajian-kajian bahasa minangkabau
            Kajian bahasa minagkabau telah dimulai menjelang tahun 1870 dan masih dilakukan hingga zaman mutakhir, meskipun sering kali terhenti karena berbagai peristiwa atau kekurangan peneliti. Pengkajian itu terutama giat dilakukan pada tiga periode, yaitu:
1.      Periode pertama (1870-1900)
            Salah satu hal pertama yang dipikirkan oleh para peneliti Belanda yang ingin mengkaji bahasa Minangkabau adalah menciptakan sistem transkripsi. Tulisan Arab-Melayu yang digunakan hingga saat itu untuk menulis bahasa Minangkabau terbukti tidak mampu memerikan segala ciri bahasa itu. Misalnya kata dasar Minang diperlakukan seperti kata dasar Melayu, dan kekhasan bahasa Minangkabau tidak diperhatikan. Selama periode pertama penelitian bahasa Minang itu, sebagian besar teks diterbitkan serempak dalam tulisan Arab-Melayu dan dalam transkripsi latin. Setiap penulis memberikan transkripsi sendiri sehingga menimbulkan kontroversi yang hangat, sebagaimana tampak dalam tulisan-tulisan zaman itu, tahun-tahun berikutnya ditandai terutama oleh munculnya penulis yang tetap dianggap sebagai pelopor kajian Minangkabau, yaitu J.L van der Toorn. Mula –mula ia menciptakan transkripsi yang memadai,yang mengakhiri kontroversi di kalangan para peneliti zaman itu, dan digunakan selama beberapa decade di dalam terbitan berbahasa minangkabau.
2.      Periode kedua (1920-1935)
            Tak dapat disangkal lagi bahwa periode ini adalah yang paling produktif. Pertama-tama dengan katalog sejumlah besar naskah minangkabau, yang diterbitkan oleh Ph. S. van Ronkel (supplement-catalogus der Maleisch en Minangkabausce handchriften in de leidsche Universitas Bibliotheek,Leiden,1921). Naskah –naskah yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden itu memberikan contoh yang cukup beragam dari kesusastraan Minangkabau. Isinya terutama : kaba (legenda dalam prosa berirama), dongeng untuk anak, peribahasa, lagu untuk rakyat, teka-teki, pantun, dan pidato tradisional. Beberapa naskah dari koleksi itu telah diterbitkan, khususnya Malim Diman, Tjindoer Mato, Soetan Bagindo, Nan Toengga, Namun sebagian besar belum mendapat perhatian. Karena jumlahnya, keragaman isinya, dan keragaman tempat asal teks tersebut maka naskah koleksi itu merupakan sebuah alat terpenting yang diharapkan pada suatu hari dapat digunakan oleh para peneliti sebagai dasar sebuah kajian yang lebih mendalam mengenai bahasa Minagkabau.
3.      Periode ketiga (1955-1980)
            Setelah disela oleh Perang Dunia dan Perang Kemerdekaan Indonesia, kajian Minangkabau dimulai lagi menjelang Tahun 1955, dengan angkatan peneliti baru. Disayangkan bahwa para peneliti Belanda, yang telah memberikan sedemikian banyak sumbangan pada penelitian Minang selama masa penjajahan, tidak berperan serta. Kajian-kajian pertama yang terbit setelah kemerdekaan Indonesia terutama skripsi dan disertasi. Pada masa ini kesusastraan Minangkabau menjadi sangat popular. Semua penerbit setempatmencetak kmbali karya-karya klasik atau menerbitkan karya yang belum pernah terbit. Sebuah “ Seminar tentang sejarah dan budaya Minangkabau” menghimpun tokoh-tokoh intelektual bidang Minang, di batusangkar pada tahun 1970. Pada kesempatan itu para pakar adat dan generasi muda  peneliti pribumi bersidang dengan bersemangat sehingga menimbulkan semangat baru dalam kajian Minangkabau.
D. Dialek-dialek Minangkabau
            Sejak abad yang lalu, seua linguis yang ingin mengkaji bahasa minangkabau terbentur pada kesulitan utama ini, yaitu tidak adanya model tunggal untuk bahasa tersebut. Dapat dipahami cukup serunya perdebatan yang terjadi tatkala para peneliti pertama belanda membahas masalah transkripsi bahasa minangkabau. Jumlah dan variasi dialek minang jelas tidak luput dari perhatian para pakar zaman itu.
            Sejak tahun 1872, Profesor J. Pijnappel mengakui adanya beberapa dialek, seperti dialek-dialek Rao di Tanah Datar dan dialek-dialek agama. Menurutnya, model yang paling mewakili bahasa minang adalah dialek Tanah Datar, demikian pula halnya buku-buku ajar sekolah yang diterbitkan di bawah pengawasan Emies dari tahun 1930 hingga tahun 1935, menampilkan suatu bahasa majemuk yang menghilangkan kosakata dan langgam yang terlalu khas dari suatu wilayah, Misalnya diajarkan acuan persona: inyo “ dia”, terutama yang lazim digunakan di daerah padang. Teks berbahasa Minang yang banyak diterbitkan terutama sejak tahun 20-an, mencerminkan keinginan untuk menampilkan satu bahasa yang dapat dipahami oleh kebanyakan penutur minang. Meskipun demikian, sering kali para penulisnya tidak berhasil melepaskan diri dari bahasa percakapan kampungnya, khususnya di dalam teks-teks yang dihasilkan di Payakumbuh.
            Meskipun demikian sejak beberapa tahun yang lalu telah dilakukan upaya pengkajian dialek-dialek Minangkabau secara sistematis, di samping itu telah dapat dibadakan pula tiga dialek, dengan memperhatikan realisasi vokal pertama dalam kata dasar eperti KV-KV atau KV-KVK. Di bagian barat ranah Minangkabau, V direalisasi sebagai /a/ dan di bagian timur sebagai /o/, Misalnya tabu ‘tebu’ dapat dilafalkan /tabu/, /tobu/, sesuai dengan daerahnya. Di daerah sepeerti ranah Minangkabau, yang memiliki demikian banyak dialek yang masih perlu diinventarisasikan, kita selalu mendapat kesulitan untuk memilih model yang akan dideskripsikan.
             Meskipun demikian ternyata di ranah itu salah satu dialek lebih diutamakan penggunaannya dalam komunikasi antar penutur, yaitu dialek padang. Dialek padang yang pada mulanya digunakan oleh penduduk padang, sebenarnya telah menjadi bahasa pengantar di daerah Minangkabau. Sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi, dialek padang telah mendapat tempat yang utama dan sekarang diakui sebagai dialek “prestise”,yang digunakan dalam komunikasi di antara anggota masyarakat Minangkabau. Pentingnya dialek padang dan penggunaannya sebagai bahasa pengantar di Ranah inangkabau, tidak luput dari perhatian para pakar,khususnya Muhardi dan Syamsir Arifin. Bagi Muhardi, dialek padang adalah satu-satunya yang dapat dipahami oleh semua penutur Minang, baik yang tinggal di Ranah Minang maupun yang di perantauan. Ia mengamati khususnya bahwa manakala dua orang berjumpa, yang masing-masing menjadi penutur dialek tertentu, mereka tidak berani menggunakan bahasa kampungnya yang mereka anggap secara benar atau keliru sebagai bahasa selingkung. Jadi, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa percakapan padang.
            Bagi penulis tersebut, dialek padang di samping memiliki ciri khas, diperkaya juga dengan sekian banyak kosakata baru yang di bawa oleh orang-orang desa yang dating menetap di kota. Baginya, dialek padang yang telah mengambil manfaat dari dialek-dialek lainnya dan yang juga memiliki prestise tertentu sebagai bahasa ibukota daerah, ternya merupakan satu-satunya yang mampu berpretensi berstatus bahasa bersama. Bahasa percakapan padang yang kini memang memiliki status bahasa supralokal itulah yang akan kami deskripsikan. Setelah menggunakan bahasa itu selama lima tahun, kami mendapati bahwa bahasa padang terbukti merupakan alat komunikasi ideal bukan saja di kota-kota melainkan juga di desa-desa terpencil yang perbedaan di antara dialeknya lebih besar.
E.   Penggunaan bahasa Minangkabau
            Perilaku berbahasa orang-orang Minangkabau berbeda-beda tergantung pada bahasa pertamanya, ranah penggunaan, konteks pemakaian, usia, dan jenis kelamin. Diantara lainnya adalah:
1. Penggunaan bahasa di ranah keluarga/rumah
            Anak-anak yang bahasa pertamanya Bahasa Minangkabau, menggunakan Bahasa Minangkabau sebagai bahasa sehari-hari dengan orangtua mereka, kakak, adik serta anggota keluarga lainnya seperti nenek, kakek, Om dan Tante. Anak-anak yang bahasa pertamanya Bahasa Indonesia, menggunakan Bahasa Indonesia  dengan orangtua mereka, kakak/adik, Om dan Tante, tetapi menggunakan Bahasa Minangkabau  dengan nenek atau kakek yang tidak bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia.
2. Penggunaan bahasa di lingkungan/tetangga
            Anak-anak yang bahasa pertama mereka adalah Bahasa Minangkabau menggunakan bahasa berdasarkan pada siapa lawan bicara. Mereka menggunakan Bahasa Minangkabau dengan anak-anak yang menggunakan Bahasa Minangkabu  sehari-hari di rumah, dan menggunakan Bahasa Indonesia  dengan anak-anak  yang menggunakan Bahasa Indonesia  di rumahnya.
            Perilaku berbahasa anak-anak di lingkungan tempat tinggal juga berbeda; anak-anak dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia  menggunakan Bahasa Indonesia  dengan teman-teman laki-laki maupun teman-teman perempuan, orang dewasa dan orang tua yang mereka kenal. Anak-anak denga bahasa pertama Bahasa Minangkabau menggunakan  Bahasa Minangkabau  dengan semua orang dewasa di lingkungannnya, dan teman-teman yang berbahasa Bahasa Minangkabau sehari-harinya, tetapi menggunakan Bahasa Indonesia  dengan anak-anak dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia.
            Terdapat perilaku yang berbeda antara anak laki-laki dengan anak perempuan; anak-anak perempuan menggunakan Bahasa Indonesia  secara konsisten dengan teman laki-laki dan perempuan sementara anak laki-laki menggunakan Bahasa Indonesia  hanya dengan teman perempuan yang bahasa pertamanya adalah Bahasa Indonesia. Dengan sesama teman laki-laki, mereka selalu menggunakan  Bahasa Minangkabau  walaupun teman laki-laki itu di rumah menggunakan Bahasa Indonesia.
3. Penggunaaan bahasa di sekolah
            Penggunaan bahasa oleh anak-anak perempuan di sekolah tergantung pada konteks, yaitu lawan bicara, topik, waktu dan tempat. Anak yang bahasa pertamanya Bahasa Minangkabau, menggunakan Bahasa Indonesia  dengan teman-teman perempuan yang belum dikenal atau yang belum akrab tetapi menggunakan Bahasa Minangkabau  dengan teman-teman yang sudah sangat akrab. Anak-anak perempuan yang bahasa pertamanya Bahasa Indonesia  menggunakan Bahasa Indonesia  dengan semua teman perempuan dan laki-laki baik belum kenal maupun sudah kenal dan akrab. Mereka beralih ke Bahasa Minangkabau  kalau sedang bercanda atau marah.
Penggunaan bahasa oleh anak laki-laki tergantung pada lawan bicara; mereka cenderung memakai  Bahasa Indonesia  dengan teman perempuan untuk menunjukkan kesopanan (politeness) dan respek (respect). Mereka menggunakan Bahasa Minangkabau  dengan teman laki-laki untuk menghindari jarak sosial (social distance) dan menjalin kedekatan (closeness). Perilaku berbahasa anak di sekolah tampaknya juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan sekolah. Anak-anak SMP 1, cenderung menggunakan Bahasa Indonesia  di sekolah dibandingkan dengan siswa SMP 8. Barangkali hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan juga prestise dan image sekolah masing-masing.
4. Penggunaan bahasa di tempat umum
            Perilaku anak-anak di tempat umum berbeda tergantung pada lawan bicara dan tempat. Anak-anak perempuan dengan bahasa pertama Bahasa Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia  berbicara dengan perempuan dan laki-laki di tempat umum seperti pelayan toko di pasar-pasar swalayan tanpa mempertimbangkan apakah pelayan toko itu memakai Bahasa Indonesia atau Bahasa Minangkabau. Sebaliknya, anak-anak laki-laki menggunakan Bahasa Minangkabau pada kontak pertama dengan pelayan toko dan pindah ke Bahasa Indonesia kalau pelayan toko menggunakan Bahasa Indonesia. Anak-anak laki-laki menggunakan Bahasa Minangkabau  bila berbicara dengan orang dewasa di tempat umum, tetapi anak perempuan melihat pada siapa lawan bicaranya. Namun, semua anak-anak mengaku menggunakan  Bahasa Minangkabau  kalau berbicara pada pedagang di warung-warung dan pasar-pasar tradisional dan sopir angkutan umum.


F.   Faktor-faktor sosiolinguistik yang mempengaruhi kemampuan BI lisan dan tulis anak-anak Minang.
           Meskipun perilaku berbahasa anak-anak Minang berbeda berdasarkan gender, tetapi hasil uji statistik menunjukan bahwa perilaku tersebut tidak berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulisan anak. Dari analisis hasil uji statistik diatas, tidak bisa dijelaskan apakah ada hubungan langsung antara perilaku berbahasa anak laki-laki dan anak perempuan dengan kemampuan bahasa Indonesia lisan dan tulis mereka. Diperlukan sebuah penelitian lebih mendalam untuk dapat melihat hubungan ini dan menemukan faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap fenomena ini.
           Dari hasil uji perbandingan berganda, dipereoleh hasil bahwa kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulis anak-anak Minangkabau tidak berbeda berdasarkan usia.   Fenomena ini mungkin dapat dijelaskan dari sudut masa pemerolehan bahasa pertama  dan  bahasa kedua disini anak-anak yang diteliti telah melalui masa kritis pemerolehan bahasa pertama mereka dan sama-sama telah mengenal atau mempelajarai bahasa kedua mereka.  Meskipun sikap bahasa anak-anak berbeda berdasarkan gender dan usia, dari hasil penelitian ini belum dapat dijelaskan apakah ada hubungan yang positif antara sikap bahasa dengan kemampuan bahasa Indonesia anak. Diperlukan sebuah penelitian yang khusus untuk melihat hubungan antara sikap bahasa dan kemampuan bahasa Indonesia anak.




BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah menggunakan metode  Kualitatif. bersifat kualitatif merupakan suatu cara analisis yang cenderung menggunakan kata-kata atau pernyataan untuk menjelaskan fenomena ataupun data yang didapatkan. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan karua tulis ilmiah  ini menggunakan cara Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen. Studi Pustaka (Library Researh) yaitu dengan mengadakan pemahaman terhadap bahan-bahan yang tertuang dalam buku-buku pustaka yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
A.  Metode pengumpulan data
              Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Billiographic Research) yaitu; cara menelaah dan menganalisa  literatur – literatur  yang ada kemudian hasil- hasilnya di catat dan dikualifikasi menurut kerangka yang sudah direncanakan metode pengumpulan data yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah:
1.Studi ke pustakaan
Studi ke pustakaan adalah penelitian dengan mempelajari buku-buku, bacaan-bacaan lain  yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang ada dalam suatu penelitian.
B.   Rancangan penelitian
            Rancangan penelitian pada dasarnya merencanakan suatu kegiatan sebulum dilaksanakan. Kegiatan merencanakan ini sangat berkaitan erat dengan komponen-komponen penelitian yang diperlukan. Penelitian dirancang dan diarahkan untuk memecahkan masalah tertentu yang berupa jawaban masalah atau dapat menentukan hubungan antara variabel-variabel-variabel penelitian tersebut.
C.    Tekhnik analisis data
            Data yang diperoleh atau terkumpul, belum bisa dijadikan gambaran    landasan dari obyek yang sebenarnya, maka sebagai tindak lanjut adalah analisis data.
Secara garis besar, pekerjaan analisis ada empat langkah, yaitu:
a.  Editing, yaitu pemeriksaan kembali semua instrument penelitian yang telah diisi oleh responden.
b. Cooding, yaitu kegiatan memberi kode pada pertanyaan-pertanyaan atau tes yang terdapat dalam instrument penelitian.
c.  Tabulasi yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan sesuai dengan  jenis variabel dan item-item pertanyaan yang telah diberi kode. Tabulasi ini dilakukan setelah kita mengumpulkan data dan memberinya kode.










BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun resesif oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Dalam masyarakat indonesia khususnya Sumatra Barat masyarakat umumnya menggunakan bahasa indonesia dan bahasa Minangkabau, hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat Sumatra  Barat merupakan masyarakat dwibahasawan meminjam  pengertian dari Oksaar. Bahasa Minangkabau , merupakan salah satu bahasa ibu yang jumlah pemakainya kedua terbanyak di indonesia. Dari hasil uji statistik terhadap data-data yang dikumpulkan di lapangan tampak bahwa bahasa pertama mempengaruhi bahasa tulisan anak-anak  Minang dalam hal gaya bahasa  dan susunan kalimat. Sementara bahasa lisan tidak dipengaruhi oleh bahasa pertama anak-anak. Perilaku berbahasa anak yang berbeda berdasarkan gender tidak mempengaruhi kemampuan Bahasa Indonesia lisan dan tulis anak-anak. Perbedaan dalam hal usia juga tidak menentukan kemampuan anak dalam Bahasa Indonesia tulis dan lisan. Namun, tidak bisa ditelusuri dalam penelitian ini apakah sikap bahasa anak berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa indonesia lisan dan tulis mereka.




B.   Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan tersebut maka dikemukakan saran sebagai berikut:
a.  Bahasa yang telah ada pada masyarakat telah menjadi kebudayaan, Kita sebagai generasi bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sudah seharusnya menjaga Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah itu sendiri, agar tetap dilestarikan.
b. Perolehan bahasa kedua  (bahasa Indonesia)  merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak dan mempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia.
c.  Disarankan kepada mahasiswa, pendidik atau pemerhati pemerolehan dan perkembangan bahasa untuk melakukan penelitian serupa dengan waktu dan subjek atau populasi penelitian yang cukup.










DAFTAR PUSTAKA

Dr. Yus Rusyana.1984. Bahasa dan sastra.Bandung: CV.Diponegoro Jakarta.
Drs. Abdul Chaer.2002. Pengantar sistematik bahasa Indonesia. Jakarta:Rieneka Cipta.
Rahayu S. Hidayat.1998. Tata Bahasa Minangkabau. Jakarta: Kepustakaan
 popular gramedia.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa langkah Awal memahami Linguistik. Jakarta : PT. Sun Printing.
Suwito. 1993. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.
Wardani Griya.(2011). Kontak Bahasa Dan Kedwibahasaan. Tersedia :
                                 http://griyawardani.wordpress.com/ [3 Mei 2012]
Hidayatullah,Arief(2009). Pengertian Bilingualism/Kedwibahasaan. Tersedia:
                              http://16arief.wordpress.com/   [3 Mei 2012]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

 

ChieZcHuA ChUtEzZ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal