BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses hukum menjadi
ajang beradu teknik dan keterampilan. Siapa yang lebih pandai menggunakan hukum
akan keluar sebagai pemenang dalam
berperkara.
Bahkan,
advokat dapat membangun
konstruksi
hukum yang
dituangkan dalam kontrak sedemikian canggihnya sehingga kliennya meraih
kemenangan tanpa melalui pengadilan. Pada zaman modern seperti sekarang ini tidak
jarang kejahatan yang kerap kali terjadi belakangan ini motivnya karena keadaan
ekonomi, sosial maupun moral. Selain itu juga kejahatan membuat masyarakat
menjadi resah dan takut serta dapat pula merusak tatanan hidup masyarakat.
Dengan semakin terbukanya mata masyarakat terhadap masalah hukum
maka peran advokat menjadi semakin penting. Hal ini menempatkan
kedudukan advokat menjadi sama pentingnya dengan lembaga penegakan hukum lainnya seperti Kepolisian,
Jaksa dan Hakim.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja yang dimaksud pengacara, advokat dan LBH ?
2.
Apa saja kode etik untuk menjadi advokat ?
C.
Tujuan
Tujuan penulis
dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, secara
khusus maka maksud dari makalah ini adalah untuk membarikan penjelasan tentang
apa saja yang dimaksud pengacara, advokat serta lembaga bantuan hukum. Selain
itu pula menjelaskan tentang kode etik
Advokat dalam lingkungan peradilan dan menangani kliennya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengacara / Advokat
Pengacara sering digandengkan dengan penyebutanya
dengan advokat. Dua istilah ini memang sama-sama bergerak dalam lapangan
bantuan hukum. Perbedaan istilah di antara mereka lebih berkaitan dengan
kompetensi saja. Untuk pengacara, wilayah bantuan hukum yang ditanganinya
adalah satu wilayah pengadilan tinggi, sedangkan advokat meliputi wilayah
seluruh Indonesia. Pengacara diangkat dengan keputusan ketua pengadilan tinggi
tempat pengacara itu berpraktik. Untuk advokat pengangkatanya dilakukan oleh
mentari kehakiman.[1]
Beberapa
organisasi profesi pengacara/advokat yang tersebar di Indonesia, diantara lain
adalah :[2]
·
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), berdiri tahun 1985
·
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), berdiri tahun
1987
·
Asosiasi Advvokat Indonesia (AAI)
·
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), berdiri tahun
1988
Dalam
praktik, apapun istilah untuk profesi ini (pengacara/advokat, penasihat hukum,
konsultan hukum), bidang yang digeluti memang sama, yakni memberikan jasa
bantuan hukum. Banyaknya istilah yang seringkali membingungkan ini juga
tercermin dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun
1985 dan Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang peradilan umum, istilah yang
digunakan adalah penasihat hukum. Sementara itu dalam rangka pengangkatan
seseorang menjadi advokat, istilah yang dicantumkan dalam keputusan menteri
kehakiman adalah advokat.
Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang mengatur
bantuan hukum di Indonesia. Demikian juga dengan organisasi advokat/pengacara
yang ada, tidak ada satupun yang dapat disebut sebagai bar association
sebagaimana dikenal di negara-negara lain. Padahal dengan memiliki suatu
lembaga bar association para advokad atau pengacara dapat bekerja lebih
profesional. Lembaga inilah yang menjadi wadah tempat bernaung semua advokad
atau pengacara. Lembaga ini pula yang berwenang menetapkan kode etik bagi para anggotanya.
[3]
B. Pengangkatan,
Sumpah, Status, Penindakan, Dan Pemberhentian Advokat
Untuk
diangkat sebagai advokat, haruslah berlatar belakang pendidikan ilmu hukum. Hal
ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2003, dinyatakan sebagai
berikut:[4]
Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah
sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti
pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh organisasi Advokat.
Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. Salinan surat
pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan Mahkamah
Agung dan Menteri.
Selain
pengangkatan Advokat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 diatas, maka untuk
dapat diangkat menjadi Advokat, harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut:[5]
a)
Warga negara Republik Indonesia
b)
Bertempat tinggal di Indonesia
c)
Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau
pejabat negara
d)
Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh
lima)tahun
e)
Berijazah sarjana yang berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum
f)
Lulus ujian yang diadakan Organisasi Advokat
g)
Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
terus-menerus pada kantor advokat
h)
Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
i)
Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab,
adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Adanya
ketentuan keharusan seorang advokat yang muda untuk melakukan magang selama dua
tahun, dengan ini mampunyai maksud bahwa seorang advokat yang baru perlu
persiapan diri sebelum terjun menjadi seorang advokat yang profesional.
Persiapan yang dimaksud:[6]
a)
Persiapan mental. Mental yang dimaksud
disiniadalah mental yang berkaitan dengan penyesuaian dengan kondisi penegak
hukum lain, misalnya polisi, jaksa, dan hakim.
b)
Persiapan pengalaman. Pekerjaan advokat
merupakan pekerjaan keterampilan, sehingga membutuhkan pengalaman.
Adapun ketentuan dan prosedur organisasi mengenai
pelaksanaan magang tersebut sebagai berikut;[7]
a)
Kualifikasi serta cakupan tempat magang serta tindakan yang
mengantisipasi munculnya komersialisasi dan pelaksanaan magang
b)
Penetapan ketentuan jangka waktu dua tahun
c)
Sejauh mana peran organisasi advokat dalam
manangani hal ini
d)
Parameter hasil magang. Penilaian atau resume
dari perkembangan magang tersebut dilakukan oleh pihak dari tempat magang atau
pengawas dari advokat senior.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 UU Nomor
18 Tahun 2003 di atas, setelah seorang advokat dinyatakan lulus dalam suatu
saringan yang dilakukan oleh Organisasi Advokat tersebut, maka sebelum
menjalankan profesinya, wajib mengangkat sumpah. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1)
UU Nomor 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa sebelum menjalankan profesinya, Advokat
wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang
terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Sejalan dengan
ketentuan dalam Pasal 3, Pasal 4 di atas, seorang advokat yang telah resmi manjadi advokat, karena telah melakukan suatu
proses pelantikan dan pengangkatan sumpah dan
janji, harus memiliki status. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 5
ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003, dinyatakan bahwa : Advokat berstatus sebagai
penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian wilayah kerja advokat meliputi seluruh
wilayah Republik Indonesia.
C.
Tinjauan Kode Etik Advokat Indonesia
1.
Advokat Indonesia adalah warga
negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam melakukan
tugasnya menjunjung tinggi hukum berdasarkan kepribadian pancasila dan UUD 1945
serta sumpah jabatanya.
2.
Advokat harus bersedia memberikan
bantuan hukum kepada siapa sajayang memelurkan, tanpa memangdang agama, suku,
ras, keturunan,kedudukan social dan keyakinan politiknya, juga tidak
semata-mata untuk mencari imbalan materi.
3.
Advokat harus bekerja bebas dan
mandiri serta wajib memperjuangkan hak asasi manusia ;
4.
Advokat wajib memegang teguh
solidaritas sesama rekan advokat
5.
Advokat wajib menjujung profesi
advokat sebagai profesi terhormat,
6.
Advokat harus bersifat teliti dan
sopan kepada para pejabat penegak hukum.
Selain mengatur kepribadian advokat, dalam kode etik ini juga
diatur mengenai hubungana advokat dengan klien secara lebih rinci,
demikian jugadengan sesame profesi. Kemudiann terdapat pula pengaturan tentang
cara bertindak dalam menangani perkara. Didalamnya tampak jelas bahwa
seorangadvokat harus benar-benar menegakan nilai kejujuran, dalam berpekara.
Sebagai contoh seorang advokat tidak boleh menghubungi saksi-saksi
pihak lawan jaga tidak boleh menghubungi hakim kecuali sama-sama dengan
advokat pihak lawan. Dalam keentuan-ketentuan lain disebutkan misalnya advokat
tidak boleh mengiklankan diri untuk promosi, termasuk melalui
perkara. Untuk menjaga agar tidak terjadi benturan kepentingan, seorang
advokat yang sebelumnya menjadi hakim
atau panitera disuatu pengadilan, tidak dibenarkan memegang perkara di
pengadilan yang bersangkutan, paling tidak selama tiga tahun sejak ia berhenti
dari pengadilan tersebut.[9]
D. Hak Dan Kewajiban
Advokat
Hak Dan Kewajiban Advokat menurut Pasal 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah :
Ø Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam
membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang
pengadilandengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Ø Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk
membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan
peraturan perundang-undangan.
Ø Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana
dalammenjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk
kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Ø Pasal 17
Dalam menjalankan
profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi,data, dan dokumen lainnya, baik
dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan
kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ø Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang
membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis
kelamin, agama, politik,keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
(2) Advokat
tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh
pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Ø Pasal 19
(1) Advokat
wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya
karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan
hubungannya dengan Klien,termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya
terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas
komunikasi elektronik Advokat.
Ø Pasal 20
(1) Advokat
dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan
martabat profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain
yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau
mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
(3) Advokat
yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku
jabatan tersebut.[10]
E. Penindakan Dan Pemberhentian Advokat
Advokat
sebagai sebuah lembaga atau intuisi yang memberikan pelayanan hukum kepada
klien, dapat saja diberikan tindakan apabila tidak sungguh-sungguh menjalankan
profesinya tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun
2003, dinyatakan bahwa advokat dapat dikenakan tindakan dengan alasan:[11]
a)
Megabaikan atau menelantarkan kepentingan
kliennya
b)
Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut
terhadap lawan atau rekan seprofesinya
c)
Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau
mengluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum,
peraturan perundang-undangan, atau pengadilan
d)
Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan
kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya
e)
Melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang undangan dan atau perbuatan tercela
f)
Melanggar sumpah atau janji advokat
dan/atau kode etik profesi advokad
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 6 di atas,
seorang advokat yang telah melakukan tindakan atau perbuatan yang tidak baik,
dapat saja dikenakan tindakan sebagai sanksi. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat
(1), dinyatakan bahwa jenis tindakan dikenakan terhadap advokat dapat berupa:[12]
a)
Teguran lisan
b)
Teguran tertulis
c)
Pemberhentian sementara dari profesinya selama
3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan
d)
Pemberhentian tetap dari profesinya
Dalam
pasal 10 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa advokat berhenti atau diberhentikan dari profesinyan
secara tetap karena alasan: [13]
a)
Permohonan sendiri
b)
Dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat)
tahun atau lebih
c)
Berdasarkan keputusan Organisasi Advokat
Advokat
sebagai sebuah lembaga yang menjalankan profesi sebagai pelayan hukum dan
sekaligus penegak hukum yang independen dan utama, dalam menjalankan profesinya
tersebut perlu diberikan pengawasan. Dalam Pasal 12 UU Nomor 18 Tahun 2003
dinyatakan bahwa:
Pengawasan
terhadap advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
Pengawasan
bertujuan agar advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi
kode etik profesi advokat dan peraturan perundang-undangan (ayat(1) dan
ayat(2)).
Berkaitan
dengan pengawasan terhadap advokat dalam manjalankan profesinya tersebut, maka
pelaksanaan pengawasan sehari-hari
dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentu oleh Organisasi Advokat
(Pasal 13 ayat (1)). Keanggotaan Komisi Pengawas terdiri atas unsur advokat senior, para ahli/akademisi,dan
mastarakat(ayat (2).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Advokat
adalah orang yang mendampingi pihak yang berperkara. Tugas utama advokat adalah
memastikan klien yang didampingi mendapatkan hak-hak yang semestinya dalam
melakukan tindakan hukum. Setiap orang yang telah lulus sarjana hukum bisa
menjadi advokat, asalkan dia mengikuti pendidikan profesi advokat dan lulus
ujian profesi advokat yang diadakan oleh organisasi profesi advokat. Untuk
masyarakat yang tidak mampu, akan tetapi butuh didampingi advokat, maka dapat
meminta bantuan kepada lembaga yang menyediakan bantuan hukum, misalnya saja
kepada Lembaga Bantuan hukum (LBH). Sedangkan bagi mereka yang didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima
belas tahun atau lebih maka negara akan menyediakan advokat bagi mereka. Begitu
juga bagi orang yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih,
yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihathukum
bagi mereka.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Saleh, Abdul
Rahman. 2006. Panduan Bantuan Hukum Indonesia. Jakarta :sentralisme
production.
Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum
di Indonesia. Jakarta :sinar grafika
Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok Filsafat Hukum.
Jakarta : gramedia pustaka
Abdulkadir, muhammad. 1991. Etika Profesi Hukum.
Bandung : Citra Aditya Bakti.
Suhrawardi K. Lubis.1994. Etika profesi hukum.
Jakarta : Sinar Grafika
Rahmat Rosyadi dan
Sri Hartini.2003. advokat dalam perspektif islam dan hukum positif. Jakarta :
ghalia Indonesia
Ropaun Rambe.2001. Teknik Praktek Advokat. Jakarta
: Grasindo
Agus M. Hardjana. 2004. Landasan Etika Profesi.
Jakarta : Kanisius
Yudha Pandu.2004.Klien dan Advokat dalam Praktek. Jakarta
: Indonesia Legal Center Publishing.
C.S.T. Kansil.1995.Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum.
Jakarta : Pradnya Paramita
2 ibid hlm. 280
[4] Supriadi .2006. Etika
dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar grafika.hlm.58
[5] Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar grafika.hlm.59
[6] Ibid hlm.60
[7] Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar grafika.hlm.60-61
[8] Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok
Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka hlm.319
[9] Darmodiharjo, darji. 1995.Pokok-Pokok
Filsafat Hukum. Jakarta : gramedia pustaka hlm.281-282
[10] Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar grafika.hlm.66-67
[11] Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar grafika.hlm.63
[12] Ibid hlm.64
[13] Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta :sinar grafika.hlm.65
0 komentar on "MAKALAH ADVOKAT, PENGACARA / LBH"
Posting Komentar